Hutan Membara Ulah Siapa ?

Hutan Membara Ulah Siapa ? .

Oleh Deasy Rosnawati, S.T.P
BINTANGPOST : Kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di musim kemarau tahun ini. Salah satunya terjadi di kawasan Dusun Umbul Ben, kecamatan Mesuji dan Dusun Umbul Sempu, Desa Margojadi, Kecamatan Mesuji Timur. Kebakaran yang melanda lahan gambut tersebut sulit untuk dipadamkan meski tim pemadam telah mengerahkan upaya pemadaman berhari-hari.  
Kepala Badan Pengendalian Bencana Daerah (BPBD) Mesuji Sahril, Rabu (14/8) menjelaskan, tim masih bejibaku untuk memadamkan api akibat kebakaran hutan dan lahan/karhutla. Tim yang terdiri dari BPBD Mesuji, TNi dan Polri hingga hari ketiga mencapai 125 orang. Sahril menambahkan, kebakaran lahan gambut yang sudah terbakar cukup sulit untuk dipadamkan. Padahal tim sudah menyiramkan air dan api sempat padam. Namun lokasi gambut membuat api sulit dipadamkan sebab mati secara fisik, tapi di kedalaman masih tetap hidup (radarlampung.co.id, 15/08/2019).
Gambut adalah ekosistem lahan basah. Terbentuk sebagai hasil pelapukan bahan organik (kayu, ranting, daun, hewan-hewan yang mati dll) dalam genangan air selama puluhan bahkan ratusan tahun. Kandungan air lahan ini 85 hingga 90 persen. Seperti spons, fungsi lahan gambut secara ekologis sangat penting, yakni menyerap air hujan dan menyimpannya. Hingga bumi tidak mengalami banjir di musim hujan dan tidak mengalami kekeringan di musim panas.
Hutan gambut adalah hutan basah. Atapnya tertutup tajuk pohon, dasar hutannya berupa lahan gambut. Hutan semacam ini tahan terhadap kebakaran. Akan tetapi ketika hutan ini rusak, material gambut menjadi mudah terbakar. Kerusakan yang dimaksud bisa berupa tajuknya yang terbuka akibat penebangan pohon secara liar oleh manusia hingga genangan airnya surut di musim kemarau. Atau bahkan kerusakannya menyeluruh; tajuknya terbuka karena pohon-pohonnya ditebang, lalu air yang tergenang di dasar hutan dikeringkan untuk dijadikan lahan perkebunan. Kerusakan semacam ini saja, sudah berpotensi menimbulkan kebakaran hutan di musim kemarau, yaitu ketika dahan-dahan kering bergesekan hingga menimbulkan percikan api. Apalagi ditambah aktivitas pembakaran secara sengaja seperti yang banyak dilakukan saat ini, dengan tujuan mempermudah pembersihan lahan yang akan digarap. 
Lahan gambut yang terlanjur terbakar, akan sulit sekali memadamkannya. Sebagai contoh, kebakaran lahan gambut Riau tahun 2014. Lahan seluas 2000 ha yang sedang dalam proses persiapan untuk diolah menjadi lahan perkebunan, beserta 1000 hektar kebun sagu didekatnya terbakar. Akhir januari terbakar, dan baru berhasil dipadamkan april 2014.
Mengingat fungsi ekologisnya yang sangat besar, lahan gambut semestinya dijaga dan tidak dikeringkan. Cukuplah kesalahan kita di era 90-an. Dimana hutan tropika kita yang dikenal sebagai hutan basah, yang tahan terhadap kebakaran, mengalami kerusakan akibat pembukaan lahan perkebunan. Lalu, ketika musim kemarau datang, disertai munculnya gelombang panas el nino selama 10 bulan di tahun 1982/1983, terjadilah kebakaran hebat 3,6 juta ha hutan kalimantan. Begitupun tahun 1997/1998; hutan gambut kita terbakar hampir 10 juta ha. Kejadiannya juga serupa, di musim kemarau yang disertai datangnya El Nino.
Tahun ini, di musim kemarau yang juga disertai el nino, meski dengan intensitas rendah, Indonesia kembali mengalami darurat kebakaran hutan dan lahan. Titik panas terpantau secara fluktuatif namun kisaran angkanya mencapai diatas delapanratus hingga seribu lebih. Memang, dari seluruh titik panas tidak seluruhnya merupakan kebakaran hutan, namun di beberapa wilayah tanah air, kebakaran tersebut saat ini sedang terjadi. Di Riau, Jambi, Sumatera selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan termasuk di Lampung.
Inilah kerusakan yang digambarkan Allah dalam al-qur’an, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” T.Q.S. Ar Rum (30) : 41. Kembali ke jalan yang benar dalam ayat ini adalah kembali menata alam; menata daratan dan lautan sesuai dengan islam. kita harus segera meninggalkan sistem kapitalisme, yang telah secara rakus mengeksploitasi alam dan menimbulkan kerusakan.
Ya, kapitalisme adalah sistem yang rakus. Pandangan ekonominya menganggap kebutuhan manusia tidak terbatas. Hingga satu-satunya cara memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas ini, dengan melakukan produksi secara besar-besaran. Lalu, untuk mencapai produksi secara besar-besaran, dilakukanlah eksploitasi alam secara besar-besaran juga. Akibatnya, alam mengalami kerusakan, dan kelangsungan ekosisitem yang ada terancam.
Sistem islam bertolak belakang dengan sistem kapitalis. Dalam pandangan islam, kebutuhan manusia terbatas. Dan memang begitulah realitasnya. Untuk memenuhi kebutuhan yang terbatas, tentu tak perlu mengeksploitasi alam besar-besaran. Eksploitasi alam dilakukan dalam batas cukup; cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Justeru yang terpenting adalah distribusi. Bagaimana alat pemuas kebutuhan terdistribusi dengan baik, hingga seluruh masyarakat orang per orang dapat dipastikan terpenuhi kebutuhannya.
Hutan secara umum memang boleh dibuka. Akan tetapi islam mengharamkan hal tersebut bila menimbulkan bahaya. Misalnya hutan gambut yang memiliki fungsi ekologis, haram untuk dialihfungsikan, karena secara pasti dapat menimbulkan bahaya bila alihfungsi tersebut dilakukan. Bahkan tingkat bahaya alih fungsi hutan gambut dapat mencakup  secara global.  
Adapun hutan biasa, maka boleh dialihfungsikan atau dihidupkan. Hanya saja, harus diperhatikan caranya, jangan sampai menimbulkan bahaya, membuka lahan dengan cara dibakar di musim kemarau. Nabi SAW bersabda, “Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak boleh membahayakan (orang lain).” HR. Ibnu Majah.
Lebih jauh dari itu, islam mendorong setiap muslim untuk menanam pepohonan, melestarikan alam dengan dorongan ibadah (pahala). Dari Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam pohon, menanam tetumbuhan, kemudian burung, manusia, dan hewan ternak memakan buah-buahan dari pohon yang ia tanam kecuali hal tersebut terhitung sedekah baginya.” HR. Bukhari. Dalam riwayat imam Muslim terdapat tambahan kalimat “Dan buah-buahan yang dicuri dari pohon tersebut” dan juga tambahan “maka hal tersebut adalah sedekah baginya sampai hari kiamat.” HR. Muslim. 
Dengan cara pandang seperti ini, dengan sendirinya alam akan terjaga kelestariannya, dan ekosistem yang ada dapat dijaga kesinambungannya.
Alhasil, benar sebagaimana dalam surat ar Rum (30) ayat 41 bahwa sudah saatnya kita kembali kepada islam dalam menata alam ini. Dan sudah saatnya, penerapan sistem kapitalisme yang rakus kita hentikan. Sungguh, alam yang sedang sakit ini membutuhkan penerapan syari’at Islam.
Wallahua’lam.

Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Bandar Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment