Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 maret, kembali mengangkat isu kesetaraan gender yang sejak lama sudah diteriakkan oleh para penggiat feminisme dari negara-negara Barat. Belakangan juga latah diikuti oleh Indonesia, negeri dengan penduduk muslim terbesar sedunia. Para feminis menuntut kesetaraan hak dan posisi kaum perempuan di ranah publik, ekonomi, politik dan semua aspek sama dengan laki-laki, karena mereka mengacu pada bagaimana dunia Barat sejak lama menjadikan perempuan sebagai warga kelas dua. Mereka kemudian menjajakan ide-ide liberal dan menuntut para pengambil kebijakan untuk segera membuat regulasi yang anti diskriminasi terhadap perempuan. Namun, mereka merasa segala upaya ini terhambat oleh norma-norma agama dan budaya yang dianut masyarakat non Barat, contohnya Indonesia.
Para feminis menghujat berbagai norma agama dan budaya yang menurut mereka merupakan ketidak adilan bagi perempuan, seperti persoalan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan, baik sebagai seorang suami dalam ranah domestik ataupun kepemimpinan laki-laki dalam ranah politik, mereka juga menolak keharusan istri taat kepada suami dan kewajiban meminta ijin keluar rumah kepada suaminya, bahkan belakangan yang sedang gencar mereka kampanyekan adalah penolakan terhadap ketentuan syariah tentang wajibnya seorang perempuan muslimah menutup aurat. Mereka juga dengan tanpa rasa malu menggunakan kata-kata tak senonoh untuk menuntut kebebasan menyalurkan hasrat seksual mereka, meskipun bukan dengan lawan jenis dan tanpa harus terikat pernikahan. Sungguh menyedihkan.
Padahal, Islam dengan seluruh perangkat aturannya terhadap masyarakat dan individu, juga aturan yang bersifat umum untuk semua gender, atau yang khusus untuk masing-masing jenis kelamin. Sesungguhnya bertujuan menyelamatkan manusia dari berbagai kerusakan. Sebagai contoh, Islam memerintahkan perempuan yang sudah masuk usia baligh untuk wajib menutup aurat secara sempurna dimanapun dia berada ketika berhadapan dengan non mahramnya, ini adalah cara efektif untuk menjaga kehormatan dan kesucian perempuan dari pandangan dan perilaku pelecehan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan terjaganya aurat,artinya seorang perempuan telah melindungi dirinya dan juga orang lain dari tindakan pelecehan seksual, pemerkosaan dan perzinaan.
Bukan hanya perintah menutup aurat bagi perempuan, tapi Islam juga memerintahkan laki-laki untuk menahan pandangan kepada perempuan manapun yang bukan mahramnya, meskipun perempuan tersebut telah menutup auratnya. Kedua perintah ini merupakan salah satu contoh sederhana bahwa Islam tidak pernah mendiskriminasi perempuan. Contoh lain persoalan yang sering digugat oleh kaum feminis adalah persoalan kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga. Menurut Feminis, kepala rumah tangga tidak melulu harus seorang laki-laki, tapi siapa yang paling mampu memimpin, siapa yang lebih tinggi penghasilannya, siapa yang lebih tinggi kedudukannya itulah yang layak menjadi kepala rumah tangga meskipun dia adalah perempuan.
Padahal, Islam mewajibkan bekerja dan memberi nafkah kepada laki-laki dan memberikan kewajiban menjadi ibu dan pengatur rumah kepada perempuan, justru merupakan cara Islam untuk membangun peradaban masyarakat yang diisi oleh generasi-generasi handal dan berkualitas, yang terpenuhi segala kebutuhan hidup dan pendidikannya dari kerja keras ayahnya, sedangkan kebutuhan pendidikan dan pengasuhan terpenuhi oleh ibunya, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi berjiwa pemimpin dan memiliki semangat juang karena teladan sang ayah, dan pada saat yang sama mereka tumbuh berkembang terjaga dari segala kerusakan moral dan emosional karena perlindungan seorang ibu yang penuh kasih sayang selalu menyertainya.
Lantas pertanyaannya sekarang, Apa sesungguhnya yang dicari oleh kaum muslimah masa kini dengan ikut-ikutan berteriak menuntut kesetaraan gender? Jika sebenarnya Islam agama mereka telah menjamin kesetaraan itu? Meski berbeda peran dan fungsi, tetapi laki-laki dan perempuan pada hakikatnya sama. Yaitu keduanya sama-sama bertanggung jawab untuk menjadi Khaifah Fil Ardh (pemimpin di muka bumi) dan melaksanakan segala urusan dalam kehidupan ini sesuai ketentuan Sang Penciptanya, Allah SWT. Karena hanya ada satu persaingan dan perlombaan yang terjadi antar sesama manusia. Yaitu persaingan dan perlombaan menjadi hamba yang paling bertaqwa di hadapan Allah.
Jika ada yang ingin saya sampaikan untuk peringatan Hari Perempuan Internasional ini maka seruan saya adalah ; “Wahai seluruh kaum perempuan, bertaqwalah kepada Allah. Dan kembalilah pada fitrah kalian yang sesungguhnya karena kesejahteraan dan kebahagiaan yang kalian cari hanya ada dalam ketaatan yang sempurna kepada seluruh aturan Allah”. Wallahu ‘alam.
Bandar Lampung, 8 maret 2018
Penulis : Nur’Aini Nora
Seorang Ibu dan Pengatur Rumah Tangga – di Bandar Lampung.