Gaming disorder Mengancam Generasi

Gaming disorder Mengancam Generasi Foto : Ilustrasi.

Oleh : dr. Sinta Prima Wulansari

BINTANGPOST : Perkembangan teknologi ternyata membuat permasalahan kesehatan turut berkembang. Permainan berbasis teknologi kini makin digandrungi, sampai mampu mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan hubungan seseorang dengan lingkungannya, seolah tak bisa hidup tanpa game, ini adalah tanda-tanda kecanduan game. Kecanduan game (gaming disorder) masuk dalam International Statistical Classification
of Diseases and Related Health Problem (ICD-11).
Kecanduan game sendiri sebenarnya sudah masuk ke dalam draf klasifikasi tersebut sejak 2017, namun
baru kali ini semua anggota WHO menyetujui draf tersebut, dan akan berlaku pada 1 Januari 2022. Artinya, masalah ini butuh perhatian kita semua. Jumlah gamer di Indonesia saat ini diprediksi sudah mencapai 43 juta orang. Dari jumlah tersebut, 19,9 juta diantaranya adalah gamer online berbayar dan rata-rata pengeluarannya mencapai 9,12 dolar Amerika Serikat (AS). Bisa dibayangkan, berapa waktu dan biaya yang terbuang demi suatu permainan.
Seharusnya mereka bisa berbuat lebih baik untuk kemashlahatan umat. Belum lagi efek samping yang ditimbulkan. Disadari atau tidak, game telah mengajarkan budaya, nilai-nilai, bahkan membentuk karakter seseorang. Ada game yang menampilkan tokoh yang berpenampilan tidak senonoh, mudahnya terjadi perkelahian atau pembunuhan brutal menjadikan seseorang bersikap kasar dan sadis, ketagihan konten porno. Ketertarikan menyelesaikan level permainan membuat waktu habis terbuang, cuek dengan lingkungan sekitar, sakit mata, fisik tidak bugar, sampai berani mencuri demi kebutuhan game berbayar.
Tak jarang prestasi menurun, hubungan rumah tangga berantakan, gangguan tidur, emosi tak terkendali
dan sebagainya.
Maraknya penggunaan game tidak terlepas dari sistem hidup yang sekuler yang memisahkan agama dari
kehidupan. Kesenangan dunia menjadi cita-cita utama. Dengan bermain akan terwujud kepuasan dan melampiaskan emosi. Apalagi jika game tersebut dapat memberikan kompensasi finansial pada level tertentu, padahal sama saja dengan judi yang haram hukumnya. Indonesia kerap mengadakan kompetisi
game tingkat dunia, bahkan didukung oleh presiden dengan hadiah besar. Artinya, bisnis apapun boleh berkembang di negeri ini. Para pemilik industri game serta telekomunikasi pun juga berkepentingan untuk
mengembangkan bisnisnya. Misalnya, Mobile Legend dapat meraup jutaan dolar per bulannya. Newzoo, lembaga riset global yang berbasis di Belanda, menggambarkan bagaimana negara berkode +62 ini jadi
salah satu dari enam negara yang jadi pasar terbesar di Asia Tenggara. Apalagi dengan kondisi pendidikan dan keharmonisan keluarga yang minimal karena orang tua lebih sibuk mengejar materi, sistem pendidikan bermasalah, sungguh kondusif dalam menciptakan generasi apatis. Jika tidak ada perubahan, bagaimana nasib generasi masa mendatang?
Untuk mengatasi masalah kecanduan game, setidaknya perlu dilakukan langkah-langkah berikut.
Pertama, optimalkan fungsi keluarga dalam hal pendidikan, cinta dan rekreasi. Orang tua seharusnya menjadi pendidik utama dan teladan bagi anaknya, memberikan kasih sayang dan perhatian, dan kreatif dalam menciptakan momen yang membahagiakan dan menyatukan keluarga. Orang tua menanamkan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Tentunya, pemahaman terhadap Islam adalah hal wajib dimiliki mereka. Sebagaimana nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya, “Wahai putraku, jangan mempersekutukan Allah, sungguh tindakan mempersekutukan benar-benar sebuah penyimpangan yang besar…..” (QS Luqman 13) Kedua, perlunya pembatasan dan pendampingan saat bermain game sejak dini, orang tua harus teliti dan selektif. Seseorang harus sibuk beraktivitas yang bernilai ibadah dan produktif agar tidak melulu bermain game dan waktu menjadi sia-sia. ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka]. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 32)
Ketiga, pendidikan yang berbasis aqidah Islam, yang mengajarkan Islam untuk diyakini dan diamalkan sehingga tercipta generasi yang beriman dan berusaha menjadi manusia yang bermanfaat untuk umat, tentunya butuh politik pendidikan yang diatur dengan Islam. Keempat, politik perindustrian yang bervisi bervisi dakwah dan menyejahterakan umat. Negara hanya memperbolehkan adanya industri yang memperkuat sumber daya manusia dan menjaga ketahanan negara. Industri yang menjauhkan umat dari ibadah, merusak perilaku, atau yang membawa nilai-nilai dan kepentingan asing, maka tidak diperbolehkan. Hal ini hanya mungkin terwujud, jika pemerintahannya taat kepada Allah, dengan menerapkan syariat Islam secara sempurna.
Kecanduan game (gaming disorder) adalah sebagian  dari masalah yang merusak generasi. Kita semua tak
boleh berpangku tangan membiarkan generasi makin hancur akibat sistem sekuler. Oleh karena itu mari
bersama menjadikan Islam sebagai standar dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun negara.
Allahu a’lam .

Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Bandar Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment