Oleh : Deasy Rosnawati, S.T.P
Bintangpost : Sebanyak ratusan warga Desa Sukanegara melakukan aksi demo terhadap delapan perusahaan stockpile batubara di Jalan Ir Sutami, Tanjung Bintang, Lampung Selatan, pada Kamis (7/9/2023) lalu. ini mengeluhkan dampak debu dari perusahaan stockpile batubara yang berada diwilayah tersebut.
Para warga Tanjung Bintang ini sebenarnya sudah mengeluhkan dampak debu dari stockpile batubara sejak setahun yang lalu. Baik dampak fisik berupa kotoran hitam yang menempel di lantai, dinding dan kaca rumah, maupun keluhan terkait dampak kesehatan, berupa sakit flu berkepanjangan, juga dampak pencemaran pada air. Dimana batubara yang terkena air hujan, akan menghasilkan larutan yang bersifat asam.
Terhitung sejak Januari 2023, aktivitas penimbunan (stockpile) batubara tampak lebih marak dibanding sebelumnya di Lampung. Tepatnya di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan. Kurang lebih, terdapat 17 titik lokasi stockpile batubara milik 14 perusahaan.
Demo yang dilakukan masyarakat terkait dampak polusi udara, sebenarnya sudah berkali-kali dilakukan. Sebelum aksi demo warga desa Sukanegara, warga kelurahan Garuntang pernah berkali-kali demo terhadap keberadaan stockpile batubara ini. Namun sayang, aksi tersebut tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Sebab, setiap kali mereka berdemo, pihak perusahaan akan segera membagi paket sembako.
Baca Juga :
Hal serupa juga dilakukan warga kelurahan Way Lunik Kecamatan Panjang. Mereka pernah mempersoalkan debu stockpile batubara milik perusahaan batubara dikecamatan tersebut. Dan warga juga meminta penyetopan aktivitas stockpile.
Sayangnya, meski sudah dilaporkan ke komisi III DPRD Bandar Lampung, aktivitas penyetopan tidak bisa dilakukan. Lantaran, menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH), pihak perusahaan memiliki izin. Selain itu, perusahaan dianggap menjadi penyumbang yang cukup besar bagi pendapatan daerah.
Akhirnya, agar persoalan tidak berlarut, pihak perusahaan pun menjanjikan, mengeluarkan anggaran Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai kompensasi, berupa paket sembako untuk masyarakat terdampak. Lagi-lagi, aspirasi masyarakat bungkam dengan secuil paket sembako.
Selain paket sembako, tuntutan warga juga kandas, karena perusahaan mempekerjakan warga setempat yang menganggur, sehingga masyarakat yang sejatinya terdampak polusi, seakan merasa sebagai mitra perusahaan.
Penyebab lain kandasnya aspirasi masyarakat adalah karena mereka sudah pasrah. Karena ada orang-orang hebat dibelakangnya. Sehingga demo yang dilakukan berulang kali tak membuahkan hasil. "Yang punya perusahaan itu orang hebat. Pejabat. Jadi, enggak bakal bisa ditutup," ungkap salah seorang warga.
Baca Juga :
http://bintangpost.com/read/8293/darurat-inses-gambaran-kian-hancurnya-tatanan-sosial-negeri-ini
Ungkapan warga tersebut tidak berlebihan. Mengingat adanya afiliasi perusahaan stockpile yang beroperasi di Bandar Lampung dengan anggota DPRD. Karena salah satu direktur utama perusahaan batubara ini adalah anak dari anggota DPRD Provinsi Lampung.
Selain ada yang terafiliasi dengan anggota DPRD, ada juga perusahaan stockpile yang terafiliasi dengan korporasi. Diketahui kedua perusahaan juga berafiliasi dengan salah satu Korporat yang memiliki pabrikan dan menjadi distributor produk konsumen berbasis pertanian terbesar di Indonesia.
Kepasrahan masyarakat dalam menghadapi perusahaan stockpile batubara juga bisa kita rasakan pada demo yang dilakukan warga desa Sukanegara 7 September 2023 lalu. Meski pada demo tersebut, masyarakat mengeluhkan berbagai dampak kesehatan akibat debu stockpile, juga pencemaran air, namun tuntutan yang muncul dari mereka sebatas kompensasi atas kerugian yang mereka alami. Sama sekali tidak ada tuntutan penutupan aktivitas stockpile.
Inilah potret hubungan yang rumit antara rakyat, wakil rakyat, penguasa dan pengusaha. Tampak jelas afiliasi penguasa, pengusaha dan wakil rakyat pada satu sisi. Sementara rakyat berada pada sisi yang lain, terzalimi. Perusahaan yang jelas memberi kerugian besar bagi rakyat, tetap bisa beroperasi secara legal. Sementara rakyat bertaruh kesehatan dan nyawa akibat polusi udara dan limbah yang mencemari air mereka, tanpa ada pembela.
Inilah potret yang menunjukkan kesalahan ekonomi kapitalisme yang menganggap semua barang yang laku dijual sebagai barang ekonomi, tanpa peduli apapun. Padahal batubara mulai dari penambangan, distribusi, penimbunan hingga pemanfaatannya sebagai bahan bakar; seluruh prosesnya menimbulkan masalah.
Baca Juga :
http://bintangpost.com/read/8376/bencana-kekeringan-sebuah-peringatan-yang-harus-diperhatikan
Produksi batubara dilakukan dengan membabat hutan dan menggali tanah. Menyebabkan pencemaran air, tanah dan udara. Distribusinya, menggunakan truk pengangkut yang besar menghasilkan kerusakan jalan yang parah dan memicu kecelakaan lalu lintas. Penimbunannya menghasilkan polusi udara. Saat tersiram air hujan, menghasilkan larutan asam yang dapat mencemari air dan tanah. Adapun asap pembakaran batubara juga menghasilkan polusi udara yang meningkatkan resiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung dan penyakit pernapasan.
Hal ini sangat bertentangan dengan politik ekonomi dalam islam. Dalam politik ekonomi islam, pemenuhan kebutuhan manusia diperhatikan, pemenuhan keinginan individu diperhatikan. Namun pada saat yang sama, kenyamanan kehidupan masyarakat sebagai sebuah masyarakat islam yang khas juga diperhatikan. Bahkan, kenyamanan kehidupan masyarakat menjadi asas bagi yang lainnya.
Oleh karena itu, semua barang, meski laku dijual di pasar; sepanjang barang tersebut merusak kenyamanan kehidupan masyarakat, maka barang tersebut dalam pandangan islam, tidak dianggap sebagai barang ekonomi. karenanya, tidak boleh ada aktivitas ekonomi terhadapnya.
Alhasil, Batu bara semestinya bukan barang ekonomi. Ia tidak layak ditambang, tidak layak dijual, dan tidak layak digunakan. Demikianlah, politik ekonomi islam menjaga manusia, hidup layak sebagai manusia dalam lingkungan yang nyaman dan sehat.
Wallahua’lam