Oleh : Putri Jasmine
Bintangpost : Tagar #Bima Effect alias kritik dilontarkan Tiktoker asal Kabupaten Lampung Timur, Bima Yudho Saputro melalui akun Tiktoknya @awbimax reborn yang beberapa waktu lalu viral.
Karena unggahan video Bima, rakyat Lampung khususnya di Kota Metro kini dengan berani dan berbondong-bondong mengungkapkan keluh kesahnya terkait infrastruktur dengan membanjiri media sosial.
Ada jutaan nitizen Indonesia yang turut serta mendukung pernyataan Bima pada waktu itu, salah satu cara yang diambil ialah dengan mendokumentasikan jalanan yang rusak lalu mengunggahnya ke jaringan media sosial. Dan hal itu terjadi hampir merata di provinsi Lampung, termasuk di Kota Metro.
Fenomena Bima Effect di Kota Metro dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakatnya untuk memberitahu pemerintah daerah agar mau turun kebawah, melihat dan mendengar keluhan rakyat.
Kerusakan jalan akibat buruknya infrastruktur merupakan persoalan yang sudah lazim terjadi di berbagai wilayah negeri ini. Mulai dari jalan tidak berkualitas, perbaikan jalan yang cenderung lama, hingga pembangunan jalan yang tidak merata bagi seluruh rakyat.
Kondisi demikian tentu sangat menyulitkan masyarakat, mengganggu aktifitas sehari-hari, bahkan kecelakaan seringkali terjadi hingga merenggut nyawa pengendara. Kerusakan jalan juga mempengaruhi laju roda perekonomian. Jalan yang rusak menyebabkan arus transportasi barang dan manusia terhambat, akibatnya biaya oprasional kendaraan semakin bertambah.
Berbagai permasalahan infrastruktur jalan akan terus terjadi, karena negeri ini menggunakan paradigma sistem Kapitalisme Sekuler dalam mengatur urusan rakyat. Jalan merupakan fasilitas umum yang harusnya disediakan negara dalam keadaan baik dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di pusat maupun di daerah.
Baca Juga :
http://bintangpost.com/read/8028/marak-perundungan-potret-generasi-makin-rusak
http://bintangpost.com/read/7870/marak-perceraian-ketahanan-keluarga-dalam-ancaman
Namun, paradigma Kapitalis Sekuler yang digunakan di negeri inilah yang membuat rakyat kian terabaikan. Pembangunan jalan hanya dianggap sebatas infrastruktur yang mesti dikelola karena sebagai bagian penting dunia industri dan penyedia jasa layanan publik semata. Tampak jelas sistem ini menganut asas pembangunan bukan didasarkan asas tanggung jawab, tapi lebih mementingkan para korporat.
Pemerintah menggandeng swasta dalam pembangunan infrastruktur yang berdampak semakin meningkatnya beban rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka wajar jika pembangunan jalan tidak merata, karena prioritas pembangunan mengutamakan infrastruktur yang menguntungkan para pebisnis, yang siap berinvestasi.
Sedangkan daerah yang tidak membawa keuntungan diabaikan begitu saja. Yang terjadi adalah banyak jalan rusak, terabaikan, namun tidak kunjung diperbaiki. Meskipun jalan tersebut merupakan akses menuju sekolah, pasar, rumah sakit, dan fasilitas urgen lainnnya.
Inilah realita yang terjadi hari ini yang jauh dibandingkan dengan sistem Islam. Sistem Islam memerintahkan penguasa agar memprioritaskan kepentingan rakyat dalam mengatur dan mengurus rakyatnya.
Rasulullah saw, bersabda dalam riwayat Ibnu Majah bahwa "Seorang pemimpin suatu merupakan pelayan bagi rakyatnya"
Dalam hadist lain dalam riwayat Muslim Rasulullah saw, bersabda : "Seorang pemimpin dalam masyarakat adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya"
Infrastruktur jalan adalah fasilitas umum yang dibutuhkan oleh semua orang. Sama seperti jembatan, transportasi laut, dan udara. Tidak boleh dimonopoli oleh siapa pun, dan wajib disediakan oleh negara dengan fasilitas terbaik, serta dengan pembangunan yang mmerata dan penggunaannya gratis tanpa dipungut biaya.
Oleh karena itu, infrastruktur dan pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah secara penuh. Perbaikan jalan merupakan salah satu jaminan yang diberikan pemerintah agar kesejahteraannya terpenuhi.
Namun pemenuhan pelayanan ini hanya mampu terpenuhi jika sistem ekonomi negeri ini diatur oleh sistem ekonomi Islam. Tinta emas peradaban Islam mencatat masa kekhilafan Umayyah dan Abassiyyah, saat sepanjang rute perjalanan Irak dan Syam ke Hijaz dibangun jalan raya. Khalifah saat itu juga membangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan persediaan makanan, minuman, dan tempat tinggal untuk memudahkan perjalanan para pelancong. Pada masa Kekhilafahan Utsmani, Khalifah juga menyediakan transportasi kereta api gratis untuk memudahkan masyarakat menjalankan berbagai keperluannya.
Inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Mereka tidak akan memikirkan untung rugi dalam memenuhi keperluan rakyatnya. Terkait anggarannya, negara harus menyediakan anggaran mutlak. Artinya ada atau tidak ada kas negara untuk membangun infrastruktur jalan yang sangat dibutuhkan, negara harus tetap mengupayakannya.
Dalam kitab "Al-Amwal" Karya Abdul Qadim Zallum, dijelaskan salah satu strategi untuk membiayai infrastruktur adalah dengan memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas, dan barang-barang tambang. Negara berkewajiban mengelola, mengontrol, mengendalikan, dan memanfaatkan kekayaan alam demi kesejahteraan rakyat. Semua ini akan terwujud ketika umat ada dibawah kepimpinan Islam yang akan menerapkan Islam secara kafah.
Allahua'lam Bisshawwab