WAYKANAN-BINTANGPOST : Sebagai bentuk kepedulian dan perhatian kepada dunia pendidikan, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII memberikan ruang kepada mahasiswa yang akan melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di perusahaan tersebut.
Bahkan PTPN VII, menerima semua mahasiswa yang akan PKL sesuai bidang pendidikan, yang ada di seluruh wilayah kerjanya.
Seperti di PTPN VII Unit Tulung Buyut Way Kanan yang menerima 6 mahasiswa Politeknik Negeri Lampung (Polinela) yang melaksanakan PKL selama 40 hari kerja. Selama PKL, para mahasiswa ini mendapatkan berbagai pekerjaan dari pembimbing.
Salah satunya seperti mempelajari pola sadap yang berlaku di PTPN VII. Tugas yang diberikan adalah mencocokkan fakta di lapangan dengan petunjuk Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada di perusahaan.
Pada praktek ini, mereka terlihat sibuknya di Kebun Karet Afdeling 7 PTPN VII Unit Tulung Buyut. Di setiap pohon, para mahasiswa ini mengukur bidang sadapan dengan meteran, menghitung sudut kemiringan, mengecek kedalaman sadap, dan memeriksa batang dan daun secara keseluruhan.
Sandi salah satu mahasiswa mengaku bahwa, menjadi sangat tertarik dengan dunia perkebunan setelah melihat langsung tanaman industri yang dijalankan PTPN VII. Mahasiswa angkatan 2018 itu mengaku sebenarnya sudah lulus karena strata jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan yang diikuti hanya Diploma Tiga. Namun, ia merasa kurang maksimal belajar karena dalam setahun terakhir kuliahnya hanya berlangsung daring.
"Sebenarnya kami sudah lulus, tetapi pengalaman langsung dengan lapangan masih sangat sedikit, karena setahun terakhir kami kuliah daring. Jadi, prakteknya kurang maksimal," kata dia.
Pernyataan Sandi tersebut juga diakui Dwi Prasetyo, mahasiswa yang berasal dari Purwotani Lampung Selatan. Dia mengakui PKL di kebun karet PTPN VII ini sangat menginspirasi, karena kebetulan orang tuanya adalah petani karet. Dan dia melihat ada perbedaan sangat mendasar antara budidaya, terutama teknik penyadapan yang dilakukan orang tuanya dengan yang dilakukan pekerja PTPN VII.
"Model sadapannya beda banget. Kalau di sini kan rapi, kemiringannya seragam, dan hampir nggak ada yang luka kayu. Kalau kebun kami dan juga kebanyakan petani di daerah saya banyak yang rusak batangnya," tuturnya.
Setelah PKL dan lulus dari Polinela ini, dia mengungkapkan berniat memperbaiki pengelolaan kebun karet milik orang tuanya. Meskipun belum berani menyatakan akan menjadi petani karet sebagai profesi, dia sangat tertarik untuk nantinya memiliki kebun karet.
Hal senada juga diungkapkan empat mahasiswa yang PKL lainnya, bahwa mereka menyatakan tertarik dengan dunia perkebunan. Setelah mengetahui dari budidaya tanaman, pengolahan, pengepakan, sampai mengerti berapa harga jual komoditas, membuat ingin terjun ke dunia perkebunan.
"Kalau sebelum PKL ini kan kami tahunya bikin kebun itu mahal, ngurusnya susah, giliran panen harganya jeblok. Ternyata, informasi itu tidak semuanya benar. Kalau untuk membuat kebun yang bagus memang mahal, tetapi kalau dikelola secara baik, nggak ada kata rugi," kata Ridfi.
Mereka mengatakan, keluhan petani karet selama ini karena perlakuan terhadap tanaman maupun terhadap getahnya yang kurang baik. Selain pemeliharaan, pemupukan, dan perlakuan lain yang kurang memenuhi standar, petani konvensional pada umumnya menyadap sembarangan.
Dan seluruh mahasiswa PKL dari Polinela ini mengaku bahwa jika ada kesempatan, ingin menjadi karyawan PTPN VII. Selain itu, jika memiliki modal cukup, mereka sangat ingin punya dan mengelola kebun karet, ungkap mereka. (red/rls)