Oleh : Putri Cakrawaty
(Muslimah Cinta Islam Lampung)
BINTANGPOST : Harga bawang putih di pasaran melonjak tajam memasuki
bulan ramadhan. Di beberapa pasar di Bandar Lampung harganya mencapai Rp.70
ribu - 80 ribu per kilogram, padahal harga komoditas tersebut sebelumnya masih
berkisar Rp. 30 ribu - 60 ribu per kg. Menurut sejumlah pedagang, bawang putih
naik drastis karena langkanya stok terutama bawang putih impor (Tribun Lampung 6/5/2019). Fenomena langka dan melonjaknya harga komoditas bawang putih menjelang
Ramadhan tentu saja meresahkan masyarakat terutama para ibu rumah tangga.
Ramadhan yang seharusnya disambut dengan suka cita dan umat islam dapat menjalankan dengan penuh kekhusyukan kini
harus terbebani dengan naiknya harga bumbu masakan tersebut.
Langkah strategis diambil oleh pemerintah daerah, oprasi pasar digelar di beberapa titik kota bandar lampung, namun solusi ini pada faktanya tidak menyelesaikan masalah, karena harga bawang putih dan komoditas lain tak beranjak turun. Kebijakan impor pun diambil sebagai upaya pemerintah pusat menekan harga, namun bukannya menyelesaikan permasalahan, justru perdebatan dan saling tuding terjadi antara pihak-pihak terkait. Anggota Dewan Pertimbangan Nasional Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (ALMISBAT) dan pemerhati pertanian dan agraria Syaiful Bahri menjelaskan kisruh dan kenaikan harga bawang putih karena impor bawang putih oleh swasta terhambat oleh kebijakan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH). RIPH sebagai prasyarat mendapatkan izin impor bawang putih seharusnya sudah dikeluarkan oleh Kementan di bulan Desember 2018 atau awal Januari 2019, tetapi karena wajib tanam yang harus diselesaikan importir dan peraturan wajib tanam semakin diperperat akhirnya hanya segelintir pengusaha yang siap mengajukan permohonan RIPH. Tak kunjung teratasinya kelangkaan dan mahalnya harga bawang putih hanya berujung pada kondisi masyarakat yang semakin terhimpit kebutuhan pangan yang tinggi.
Problem Pangan
Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan,
yakni bagaimana agar masyarakat dapat
mengakses pangan dengan harga terjangkau, di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap tahun kita disibukkan dengan
pro-kontra impor bahan pangan mulai dari beras, daging sapi, kedelai, hingga
bawang merah dan bawang putih. Ada banyak persoalan yang menyebabkan itu
terjadi, diantaranya data yang digunakan untuk
membuat kebijakan yang bersumber
dari instansi resmi negara seringkali tidak sinkron satu sama lain apalagi pada tataran perumusan dan
eksekusi kebijakan di lapangan Persoalan lain adalah ketersediaan lahan pertanian kita. Produktivitas
lahan pertanian Indonesia sebenarnya tidak buruk, mencapai 5 ton/hektar pada
2009. Angka ini lebih baik dari Thailand (2,87 ton/hektar), India (3,19
ton/hektar) dan sedikit dibawah Vietnam (5,23 ton/hektar). Namun persoalannya
adalah jumlah areal lahan pertanian kita jauh dibawah negara-negara lain.
Bila dilihat dari sisi rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduk, menurut data FAO tahun 2004 kita hanya memiliki 354 Meter/kapita. Saat ini jumlah tersebut telah turun drastis mengingat maraknya konversi lahan pertanian. Sementara itu Thailand dan Vietnam secara berturut-turut memiliki 5.266Meter/kapita dan 960Meter/kapita. Saat ini petani kita rata-rata hanya mengelola 0,3-0,5 ha sawah, jelas bukan merupakan skala yang efisien untuk pertanian.
Solusi Ketahanan Pangan
Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya yang kesulitan pangan hingga kelaparan. Syariah Islam juga sangat menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Dalam Islam, tanah -tanah mati yaitu tanah yang tak tampak adanya bekas-bekas tanah, itu diproduktifkan atau ditanami, dan tanah itu menjadi milik orang menghidupkannya. Rasulullah SAW bersabda "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya (HR.tirmidzi, Abu Daud) Syariah Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar seperti penimbunan, kanzul mal ( Qs.At-Taubah:34), Riba, Monopoli, dan Penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi pasar serta membuka akses informasi untuk semua orang sehingga akan meminimalisasi terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar. Dari aspek manajemen rantai pasok pangan kita dapat belajar dari Rasulullah SAW yang pada saat itu sudah sangat konsen pada persoalan akurasi data produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai pencatat untuk mencatat hasil produksi Khaibar dan hasil produksi pertanian. Sementara itu kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar melalui Supply and Demand bukan dengan pematokan harga.
Demikianlah konsep dan nilai-nilai Syari'ah Islam dalam menyelesaikan masalah pangan. Konsep tersebut tentu baru dapat dirasakan kemaslahatannya dan menjadi Rahmatan Lil Alamin bila ada institusi yang melaksanakannya. Oleh karena itu wajib bagi kita untuk mengingatkan pemerintah akan kewajiban mereka melayani urusan umat (termasuk persoalan pangan ) dan menerapkan syariah yang bersumber dari Allah SWT Pencipta manusia dan seluruh alam raya.. Allahua'lam bisshawwab