Dilematis Sekolah Tatap Muka

Dilematis Sekolah Tatap Muka Lisa Mukhlisah.

Oleh: Lisa Mukhlisah

BANDARLAMPUNG-BINTANGPOST : Dikutip dari RILISID, Pembelajaran tatap muka atau PTM di Kota Bandarlampung, Lampung, sudah dimulai hari ini, Senin (13/9/2021). Sekolah tatap muka itu digelar di SD, SMP, hingga SMA.

Kepala SMAN 8 Bandarlampung Zusmiazawati menjelaskan, PTM diterapkan mulai kelas 10 hingga 12. Tapi, setiap kelas dibatasi 18 orang. "Total setiap kelas ada 36, namun pekan ini siswa dengan absen 1-18, pekan depan 18-36," ungkapnya, Senin (13/9/2021).

Dia menambahkan, satu hari hanya tiga mata pelajaran dengan masing-masing 35 menit tanpa istirahat. "Kita juga menyampaikan kepada orang tua untuk membawakan bekal. Sebab, kantin dan pedagang di depan sekolah kita larang untuk berjualan," ujarnya.

Soal protokol kesehatan (prokes), pihaknya membentuk tim satgas sekolah. Di pintu gerbang dilakukan pengecekan suhu. Lalu, siswa cuci tangan sebelum masuk kelas.

Di dalam kelas, agar tidak terjadi kerumunan, satu meja kita pasang satu kursi dan guru memastikan selama pembelajaran murid dilarang membuka masker," ucapnya.

Sejumlah siswa menyambut antusias sekolah tatap muka yang dilakukan setelah hampir dua tahun kegiatan belajar mengajar (KBM) daring.

Anisa Dwi Pratiwi, siswa kelas 12 IPS 1 mengatakan, dirinya antusias mengikuti PTM pertama ini.

Pelaksanaan PTM tentu tidak boleh dilakukan secara sembarang. Semua pelaku PTM harus menerapkan protokol kesehatan, terlebih lagi setidaknya semuanya juga sudah divaksinasi. Sayangnya, dengan adanya rencana PTM bulan September, jumlah siswa yang sudah divaksinasi belum memenuhi target.

Sangat disayangkan, kebijakan PTM ini sepertinya bisa dianggap buru-buru diambil. Bukan kesiapan dan kesehatan yang diutamakan, tetapi mengejar waktu tahun ajaran baru agar kualitas pendidikan terpenuhi. Tidak bisa dipungkiri, pendidikan daring di masa pandemi ini telah menghambat tersalurkannya ilmu kepada para siswa. Bukan karena ketakmauan, tetapi minimnya fasilitas dan sistem membuat anak-anak dan pendidik kesulitan mengikuti pembelajaran daring.

Walhasil, bukannya memperbaiki sarana pendidikan dan mempersiapkan civitas pendidikan agar siap menghadapi tantangan zaman, keputusan luring justru diambil, padahal pandemi masih berlangsung. Tidak salah kalau sebagian orang tua masih ada yang bkhawatir dengan keselamatan anak-anaknya. Pendidikan memang kebutuhan mendasar, tetapi kesehatan juga tak kalah penting. Pada masa pandemi, kesehatan harus diutamakan. 

Islam telah memberikan contoh dengan melakukan kebijakan karantina wilayah ketika datang masa pandemi. Virus akan terlokalisasi karena tidak ada pergerakan yang signifikan antarwilayah, sebagaimana pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab.

Karantina wilayah juga diperintahkan Rasulullah saw., sebagai bukti bahwa Islam mengutamakan kesehatan rakyatnya. Beliau saw. bersabda, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Umar bin Khaththab ra. menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khaththab berbalik arah meninggalkan Sargh.” (HR Bukhari dan Muslim).

Selain itu, sistem keuangan Islam yang akuntabel juga ikut memberikan sumbangsih yang besar. Pendapatan pengelolaan sumber daya alam, jizyah, kharaj, fai, harta tak bertuan, harta curang, dan lain-lain, dapat membiayai keperluan negara, termasuk kebutuhan pada masa pandemi. Inilah yang dilakukan para khalifah selama berabad-abad, yang juga dilakukan pada masa Rasulullah saw.

Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Nabi pun bersabda, “Nabi saw. telah mengambil jizyah dari orang-orang Majusi, Negeri Hajar.” (HR Bukhari dan Tirmidzi).

Masih banyak dalil lain yang menunjukkan banyaknya pendapatan negara Islam, juga menjelaskan mekanisme pendapatan tersebut. Semua ini yang akan membuat negara berdikari, sehingga negara tidak kehabisan biaya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Sementara, dari sisi politik pendidikannya, pendidikan dalam Islam bersifat fleksibel dengan syarat tujuan, dasar, dan metodenya tetap terlaksana. Jika tidak dimungkinkan untuk pembelajaran tatap muka, misalnya, negara akan memanfaatkan teknologi dengan melakukan pembelajaran daring dengan fasilitas yang menunjang.

Semua fasilitas dan kualitas tentu akan disiapkan dari kas negara. Itu pun dibarengi dengan kebijakan karantina wilayah. Semua kebijakan ini akan diatur sedemikian rupa oleh orang-orang yang amanah dan memiliki kapasitas dalam bidangnya.

Betapa luar biasanya Islam dalam menyelesaikan masalah. Dengan kebijakan yang teratur, tenang, tepat, dan tidak tergesa-gesa, rakyat terlindungi dan merasa aman. Kalau begini, masihkah kita berpikir ulang untuk mengambil Islam.

Wallahu'alam



Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Bandar Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment