Pringsewu (BP) : Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu telah menghentikan dua perkara sekaligus, yaitu terhadap perkara Penadahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 ke-1 KUHP atas nama tersangka T, dan perkara Pencurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP atas nama tersangka RD.
Penghentian dua perkara tersebut berdasarkan restoratif justice yang dilakukan oleh Kejari Pringsewu, setelah tercapainya perdamaian antara korban dan pelaku yang diinisiasi dan difasilitasi oleh Kejari Pringsewu.
Serta adanya persetujuan untuk dilakukan penghentian penuntutan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, melalui sarana video conference pada hari Senin tanggal 20 Maret 2023, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) oleh Kajari Pringsewu berdasarkan keadilan restorasi.
Baca Juga :
http://bintangpost.com/read/8070/kapolres-pringsewu-keluarkan-imbauan-kamtibmas-jelang-ramadhan
http://bintangpost.com/read/8056/setmilpres-dan-kementan-ri-kunjungi-kabupaten-pringsewu
Diketahui sebelumnya, tindak pidana penadahan yang dilakukan oleh tersangka T terjadi di Pekon Pandansari Selatan, Kecamatan Sukoharjo, Pringsewu, yang pelaku penadah pencurian tiga ekor sapi ternak milik korban yang dilakukan oleh pelaku P. Dengan modus, pelaku P melakukan kesepakatan dengan tersangka T untuk menukarkan tiga ekor sapi curian yang diakui adalah milik pelaku P dengan satu ekor sapi milik tersangka T, ditambah dengan uang sejumlah Rp11.500.000.
Dan dari keterangan tersangka T, adanya kecurigaan bahwa tiga ekor sapi milik pelaku P ini merupakan hasil kejahatan, karena penyerahan sapi oleh pelaku P ini dilakukan disebuah peladangan dan bukan di kandang sapi milik pelaku P yang lazim dilakukan dalam proses jual beli ternak sapi. Namun meskipun adanya kecurigaan yang mendalam dari tersangka T, akan tetapi tersangka T tetap melakukan proses jual beli sapi tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu Ade Indrawan, SH melalui Kasi Intelijen I Kadek Dwi A, SH., MH menyampaikan bahwa, penghentian penuntutan berdasarkan restoratif justice terhadap dua perkara pidana ini telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Kejaksaan RI No.15 tahun 2020. Tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, dan korban telah memaafkan perbuatan tersangka, serta bersedia melakukan kesepekatan perdamaian tanpa syarat apapun.
"Saat ini Kejaksaan RI melalui peraturan Jaksa Agung RI nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan jawaban atas keterbatasan UU No 8 tahun 1981 tentang kitab hukum acara pidana yang pada era saat ini. UU tersebut tidak lagi dapat mengakomodir secara utuh nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat, yang mendambakan hukum progresif dalam bingkai sistem Eropa continental," jelasnya.
Konsep restorative justice merupakan suatu pendekatan yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korban itu sendiri. Penegakan hukum pidana berdasarkan hukum acara yang dilakukan dengan sentuhan rasa humanis tersebut, Kejaksaan RI bukan hanya sekedar aparat penegak hukum, tapi juga sebagai penegak keadilan, tegasnya. (Gus)