BINTANGPOST : Miris, geram, cemas, takut, khawatir dan mungkin ribuan kata lainnya bisa dirangkai untuk menjelaskan betapa mengerikan kehidupan sosial masyarakat kita sekarang ini.
Berita tentang perselingkuhan, remaja hamil di luar nikah, ayah cabuli anak kandung ataupun anak tiri hampir setiap hari muncul kepermukaan. Namun kali ini ada berita menghebohkan menimpa 11 anak di bawah umur yang disodomi selama enam tahun oleh salah satu warga di Jagabaya, Bandarlampung.
Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Bandar Lampung masih menyelidiki, terkait kasus dugaan tindak pidana pencabulan berupa penyodoman terhadap 11 anak di bawah umur, yang dilakukan warga Bandar Lampung inisial IS (45).
Sebelumnya 11 anak ini disodomi selama enam tahun oleh pelaku. Dari beberapa informasi dan fakta di lapangan, ada 11 orang korban pencabulan yang dilakukan terduga pelaku pencabulan. 11 orang korban sudah membuat laporan ke Polresta Bandar Lampung.(lampungpro.co.6/11/2020).
Sebelum melakukan aksi bejatnya, pelaku mengajak bocah yang menjadi korban untuk nonton film porno di ponselnya. Dengan rayuan dan ancaman akhirnya penyodoman dilakukan oleh pelaku. Sangat disesalkan, karena kasus ini terjadi bertahun-tahun tak terungkap lantaran keluarga korban takut melaporkan kepada pihak yang berwajib. Diketahui bahwa pelaku ternyata memiliki perilaku sexsual menyimpang, dan berstatus punya istri dan anak.
Sebenarnya kasus kejahatan pelecehan seksual pada anak sudah marak terjadi, dan tindakan tersebut meresahkan masyarakat. Wajar jika ada aparat negara meminta pelaku dihukum tegas, seperti yang di ungkapkan oleh anggota DPRD Provinsi Lampung. Beliau meminta agar pelaku dihukum seberat-beratnya, bahkan kalau perlu dikebiri.
Namun, apakah dengan hukuman tersebut pelaku pelecehan sexsual jera?jika ditelusuri ternyata hukuman yang diperlakukan oleh negara ini belum membuat jera bagi para pelaku pelecehan sexsual. Terbukti masih banyak kasus-kasus yang terjadi akibat dari perilaku Asusila dengan kekerasan sexsual anak.
Dilansir dari Kompas.com. Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), mengatakan sejak Januari hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 2.556 korban kekerasan seksual, 1.111 korban kekerasan fisik, 979 korban kekerasan psikis pada anak di Indonesia.
Dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi, membuat konten pornografi sangat mudah diakses, yang menyebabkan fantasi seksual pada orang yang menontonnya. Terlebih adanya handphone yang super canggih juga menjadi pemicunya.
Selain itu, banyak terumbarnya aurat termasuk pada anak-anak mengundang pelaku kejahatan pedofil melakukan aksinya. Juga peredaran minuman keras yang sangat mudah ditemukan dipasaran. Para pelaku banyak ditemukan dalam kondisi mabuk saat melakukan aksi bejatnya. Ditambah lagi, sanksi yang diberikan terhadap pelaku kejahatan seksual belum memberikan efek jera.
Syahwat diumbar dan dipenuhi dengan cara-cara yang diharamkan. Maraknya pornografi, digemarinya hubungan di luar nikah seperti pacaran, diiringi dengan propaganda nilai-nilai barat yang asing dalam Islam melalui tontonan, bacaan dan menyebar tak terkendali di media sosial.
Hal ini diperparah lagi dengan rendahnya kontrol masyarakat, lemahnya hukum dan sanksi yang tidak tegas dari negara. Para pelaku tidak mendapat hukuman yang setimpal dengan efek dari kejahatannya. Bahkan mereka mengulangi perbuatannya tatkala kembali hidup di tengah masyarakat. Sehingga semakin memperlihatkan minimnya tindakan untuk mencegah, menindak dan menanggulanginya.
Islam adalah agama paripurna yang mengatur segala aspek kehidupan. Dengan Islam, kejahatan seksual terhadap anak dapat diberantas dari akar-akarnya. Mulai dari preventif hingga kuratif. Dalam Islam, semua faktor penyebab harus dihilangkan. Konten pornografi, minuman keras, pergaulan bebas harus dilarang, karena perbuatan itu hukumnya haram.
Kemudian keimanan dan ketaqwaan setiap individu pun harus dikuatkan. Batasan aurat, batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan dipahamkan. Kontrol masyarakat pun harus dibangun untuk mencegah. Seperti budaya amar ma’ruf nahi Munkar dalam Islam diwajibkan. Secara kuratif, Islam pun memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku. Yakni ancaman hukuman cambuk, rajam sampai mati, hingga hukuman berlapis jika kejahatannya beragam.
Islam memandang negara dalam kapasitasnya sebagai perangkat yang menerapkan aturan akan menetapkan sanksi yang tegas dengan efek jera. Para pelaku seksual baik yang terpaksa dengan kekerasan maupun suka sama suka (zina) akan diberi sanksi berupa hudud atau ta’zir sesuai ketentuan syariah dan ijtihad penguasa.
Hukum yang diberikan sesuai dengan ketentuan Allah Yang Maha Adil, sehingga penerapannya akan sesuai dengan fitrah, memuaskan akal dan menentramkan hati. Bahkan dapat menghapuskan dosa si pelaku. Oleh sebab itu, penting untuk mengembalikan peran Islam dalam mengatur kehidupan individu, masyarakat, dan negara dalam bingkai khilafah Islamiyah. Sehingga semua kerusakan dan kejahatan sexsual dapat dicegah dan ditanggulangi secara tuntas.
Wallahua’alam bisawab.