Penjahat Seksual Terus Beraksi, Hukuman Tak Lagi Ditakuti

Penjahat Seksual Terus Beraksi, Hukuman Tak Lagi Ditakuti Foto : dr. Sinta Prima Wulansari.

Oleh : dr. Sinta Prima Wulansari

BINTANGPOST : Kasus pemerkosaan anak korban kekerasan seksual oleh relawan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Kabupaten Lampung Timur, menjadi atensi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga. 

Selain dipecat, pelaku juga harus dihukum berat. “Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, pelaku bisa diancam dengan pemberatan hukuman. Namun, penjatuhan pidana sepenuhnya kewenangan aparat penegak hukum,” jelasnya.

Menurut Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, ancaman hukuman pidana kepada pelaku kejahatan seksual anak diperberat dengan ditambah sepertiga dari ancaman pidananya. Atau maksimal 20 tahun bila pelaku merupakan aparat yang menangani perlindungan anak. Pemberatan hukuman juga dapat berupa pidana tambahan dalam bentuk pengumuman identitas pelaku, tindakan kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. “Saya sangat menyesalkan kasus ini terjadi. Apalagi pelakunya merupakan anggota lembaga masyarakat yang dipercaya dan sebagai mitra pemerintah dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ucapnya [1].
Siapa yang tak geram dengan kasus pemerkosaan terhadap anak, apalagi jika dilakukan oleh aparat yang seharusnya melindungi anak. Diharapkan pelaku dihukum dengan pemberatan hukuman, sehingga muncul opsi kebiri kimiawi. 

Memang hakim belum menjatuhkan hukuman kebiri, namun hukum di Indonesia juga perlu dikritisi.
Kebiri kimia adalah memasukkan bahan kimia yang bersifat antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan, ke dalam tubuh pelaku tindak kejahatan seksual. Kebiri kimia adalah prosedur medis yang tidak mengubah bentuk fisik alat kelamin pria, tidak seperti kebiri biasa. Namun, fungsi kebiri kimia mirip dengan kebiri pada umumnya, yakni memperlemah hormon testosterone dengan menurunkan level androgen di dalam aliran darah seseorang.

Ketika seorang pria menjalani kebiri kimia, ia akan merasakan efek dari lemahnya kadar testosteron dalam darah. Beberapa efek kebiri kimia adalah sebagai berikut: menurunnya keinginan berhubungan seksual, sulit ereksi, ukuran testis mengecil, volume air mani yang dikeluarkan melalui penis akan berkurang drastis, rambut rontok, sering merasa lelah, kehilangan massa otot, kegemukan, pengeroposan tulang alias osteoporosis, suasana hati yang mudah berubah-ubah, mudah lupa atau pikun, anemia. Obat-obatan tersebut dapat memberi efek samping kebiri kimia mulai dari osteoporosis, penyakit kardiovaskular, kerusakan metabolisme glukosa dan lipid, depresi, hingga infertilitas. 

Sementara itu, efek kebiri kimia adalah hanya enam bulan saja. Setelah enam bulan, bila tidak ada komplikasi, fungsi organ seksual pada pria tersebut akan kembali seperti sedia kala. Mengingat efek kebiri kimia yang hanya sementara ini, penyuntikkan zat kimia akan dilakukan selama tiga bulan sekali sampai masa hukumannya habis. 

Di Korea Selatan, penjahat kelamin yang sangat parah (disebut parafilia), masa suntik kebiri kimia adalah tiga sampai lima tahun. [2]
Ringkasnya, kualitas hidup yang dikebiri kimia akan menurun dan malah meningkatkan biaya kesehatan apabila dia mengalami sakit kronis. Padahal, efeknya terhadap organ seksual bisa jadi sementara. 

Pertanyaannya, apakah kebiri kimia semata mampu menekan keinginan untuk berbuat cabul?
Secara fitrah, Hasrat seksual adalah akibat dari dorongan naluri melestarikan jenis (ghorizah nau’) yang diciptakan Allah kepada manusia dan makhluk hidup lainnya. Stimulusnya berasal dari luar tubuh, yakni dari fakta yang diindra berupa audiovisual yang merangsang, bacaan, atau pemikiran porno. Hasrat ini menuntut untuk dipenuhi, namun tidak sampai mengakibatkan kepada kematian, hanya kegelisahan. 
Berbeda dengan kebutuhan jasmani seperti lapar yang stimulusnya dari dalam tubuh yang kekurangan kalori.

Maraknya kasus pemerkosaan disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah liarnya stimulus seksual. Konten pornografi dalam iklan, film, bacaan, sampai game masih marak terjadi. Aurat masih kerap terbuka di berbagai tempat. Interaksi pria dan wanita sering tak berbatas. Obrolan porno juga masih kerap kita jumpai meski negeri ini mayoritas muslim. Rangsangan yang berulang akan mendorong syahwat. Jika dilampiaskan secara serampangan akan berujung kepada kemaksiatan dan kerusakan masyarakat.

Seseorang yang dikebiri kimia namun masih kerap mengonsumsi pornografi maka syahwatnya dapat bangkit, hanya kesulitan dalam melampiaskannya. Apabila tidak mampu dengan organ seksualnya, maka bisa saja dia melampiaskannya dengan cara lain, misalnya dengan alat atau melakukan pencabulan. Hal ini masih berpotensi membahayakan orang lain.
Hukuman penjara pun dinilai tak memberi efek jera. Masih ada kemungkinan untuk mengulangi kejahatannya, selama dia masih menjadi konsumen pornografi dan fungsi keluarga yang tak berjalan baik. Faktanya jumlah kasus kejahatan seksual terus meningkat setiap tahunnya. Jadi, hukum yang berlaku dinilai belum mampu menekan kasus kejahatan seksual.

Allah SWT telah menetapkan syariat sebagai hukum yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam telah memerintahkan agar menutup aurat, menundukkan pandangan, dan mengatur interaksi lelaki-perempuan untuk menjaga syahwat agar tak liar. Islam menekankan peran lelaki sebagai wali untuk menjamin kehidupan perempuan, anak dan orang yang lemah, fungsi orang tua dalam Pendidikan keluarga, sehingga menjadikan rumah adalah tempat yang paling aman dan nyaman bagi anggota keluarga. Negara berperan besar dalam mensupport keimanan dan kesejahteraan rakyatnya, mencegah potensi kejahatan dan menghukum pelaku maksiat sesuai hukum Allah yang setimpal dan menjerakan. Tidakkah kita menginginkan kehidupan yang akan dinaungi rahmat Allah karena ketaatan kita kepada-Nya? Allahu a’lam.

Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment