Oleh Silvia Anggraeni.
BINTANGPOST : Kegiatan orientasi mahasiswa baru di Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara menjadi perbincangan publik karena tindakan mahasiswa senior terhadap adik tingkatnya yang dianggap tidak layak dan tidak manusiawi,(KOMPAS.com). Salah satunya, saat para mahasiswa baru Universitas Khairun diminta meminum air secara bergiliran dari gelas yang sama dan berisi bekas air yang telah diminum mahasiswa lainnya.
Hal ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia, perlakuan senior terhadap junior saat ospek di kampus sering tak mendidik, tidak bermanfaat bahkan ada yang melanggar norma. Banyak hal yang mempengaruhi kelakuan binal para intelektual.
Mahasiswa tanpa visi misi
Menjadi mahasiswa sekarang ini bukanlah suatu hal istimewa. Menjamurnya bisnis pendidikan membuat banyak bermunculan universitas swasta yang mampu menampung mahasiswa yang kurang beruntung dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Mahalnya biaya pendidikan bahkan di PTN sekalipun, membuat proses seleksi mengutamakan kemampuan ekonomi bukan prestasi. Wajar saja jika banyak ditemui kasus aktivis akademik yang jauh dari kualitas terdidik. Hingga proses pendidikan di tingkat universitas kini tak lagi menciptakan manusia berkualitas, namun hanya sebagai eksistensi gaya semata.
Maka tak mengherankan jika mahasiswa kini miskin visi dan misi. Mereka hanya sibuk memikirkan gaya sambil bergembira. Tak lagi mampu mengkritisi, dan tak peka pada kondisi. Padahal mereka adalah harapan perubahan peradaban. Perubahan yang mampu membawa pada bangkitnya kehidupan.
Mahasiswa yang sesungguhnya
Mahasiswa adalah agen pembawa perubahan. Seharusnya mahasiswa memiliki karakter manusia berilmu dan akhlak yang mulia. Pemikirannya cemerlang serta integritas yang tinggi. Usianya yang muda semestinya digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada pada diri mereka. Karena pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan perubahan. Seperti kalimat dari Presiden RI pertama "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia." Demikian kutipan dahsyat sang proklamator yang menggambarkan betapa besar peran pemuda dalam hal ini termasuk mahasiswa sebagai pemegang tonggak peradaban. Maka semestinya mahasiswa mampu membekali diri dengan ilmu dan wawasan yang luas. Menjadi pribadi yang kuat dan taat. Membawa perubahan dan memperbaiki keadaan.
Islam memandang usia muda sebagai usia yang produktif dan harus diisi dengan hal- hal yang positif. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Rabbmu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah [HR. Ahmad] Shabwah adalah kecondongan untuk menyimpang dari kebenaran. Menjadi mahasiswa berorientasi akhirat
Gelar sarjana adalah tujuan seseorang menempuh pendidikan di universitas. Mendapatkan pekerjaan yang bergengsi merupakan harapan dengan adanya ijazah sarjana yang dimiliki. Jika hanya ini orientasi mahasiswa dalam menjalani masa pendidikannya, maka tak mengherankan jika mahasiswa hanya menjadikan perkuliahan sebagai rutinitas meraih ijazah semata. Tolok ukur keberhasilannya hanya dari pencapaian nilai dan materi saja.
Semestinya mahasiswa memiliki pandangan jauh ke depan, berorientasi pada akhirat. Hingga segala tindak tanduk nya berjalan dalam koridor syari'at. Tolok ukur hidupnya Ridho dan murka Allah, hingga ia akan jauh dari melakukan hal yang sia-sia. Allah berfirman dalam Surah al-Isra’ ayat 18-19 : “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
Mahasiswa merupakan agen pembawa perubahan. Mahasiswa harus berbekal ilmu dan pandangan hidup yang benar. Agar mampu mengubah keterpurukan menjadi kebangkitan.
Wallahu alam bisshowab