Oleh Deasy Rosnawati,
S.T.P
BINTANGPOST : Asisten II
bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung, Taufik Hidayat mengatakan
bahwa angka kemiskinan di Lampung cukup tinggi. oleh karena itu, pemerintah
provinsi Lampung saat ini tengah menyusun program strategis untuk bisa
mengentaskannya. Salah satu upaya terobosan tersebut adalah mengefektifkan
Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR sebenarnya program dari pusat. Pusat telah
merancang skema kreditnya. Dimana para pelaku usaha kecil dapat mengajukan
pinjaman hingga 25 juta untuk jangka waktu 3 tahun dengan bunga 7 persen. Dalam
hal ini, pemerintah daerah memfasilitasi proses peminjaman masyarakat dalam
bentuk meniadakan agunan kecuali usaha yang sedang mereka jalani.
Dapatkah program KUR ini mengentaskan kemiskinan di provinsi ini? Dalam logika berpikir islam, mustahil. Sebab KUR adalah kredit ribawi yang diharamkan Allah. Firman Allah SWT,”… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” T.Q.S al-Baqarah (2) ayat 275. Pada ayat selanjutnya, Allah menjelaskan pasti musnahnya harta riba. Firman Allah, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” T.Q.S al-Baqarah (2) ayat 276. Ayat ini bermakna, Allah memusnahkan secara zahir harta riba itu atau Allah hilangkan keberkahannya. Sebaliknya, harta yang dikeluarkan sedekahnya (zakatnya) akan dikembangbiakkan oleh Allah secara zahir atau keberkahannya yang Allah lipat gandakan.
Bila kredit ribawi ditolak, bagaimana mekanisme penyediaan modal dan pembukaan lapangan pekerjaan dalam sistem yang menerapkan islam (khilafah)? Mekanisme pertama, islam melarang orang-orang kaya menimbun uangnya tanpa tujuan meski dibayarkan zakatnya. Maka para pemilik harta, wajib memilih diantara beberapa plihan. Mengembangkan sendiri hartanya, mencari patner untuk mengembangkan harta (bersyirkah), membelanjakan hartanya, atau menghibahkannya.
Mengembangkan sendiri harta, itu sesuatu yang baik, karena akan membuka lapangan kerja untuk orang lain. Mencari patner syirkah, itu juga baik dampaknya untuk masyarakat, karena akan menyediakan modal usaha untuk orang lain. Membelanjakan harta tersebut untuk membeli sesuatu, itu juga berdampak baik untuk masyarakat, karena uangnya akan menjadi pemasukan bagi para pedagang. Sedang menghibahkannya juga memberi dampak kebaikan, karena uang tersebut dengan sendirinya bisa dmanfaatkan oleh orang lain yang mendapatkan hibah. Sehingga sebanyak apa pun perolehan harta seseorang, sepanjang tidak ditimbun, harta itu akan memberi manfaat untuk orang banyak. Ia bisa membuka lapangan kerja, menjadi modal usaha, dan menjadi sumber pemasukan bagi orang lain. Dengan kata lain, harta tersebut dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Tapi begitu harta seseorang ditimbun, diendapkan, maka hilanglah kemanfaatan harta itu untuk orang banyak. Lalu, bila dalam sebuah masyarakat, orang-orang kaya berbondong-bondong mengendapkan hartanya, maka pergerakan roda perekonomian suatu Negara dipastikan bisa terancam karenanya. Dan itulah yang terjadi saat ini dengan sistem deposito ribawi.Mekanisme kedua bagi tersedianya modal usaha dan terbukanya lapangan kerja, adalah dengan berjalannya mekanisme zakat sesuai syari’at. Dalam islam, zakat harta meliputi zakat tanaman dan buah-buahan, zakat ternak, zakat emas dan perak serta zakat perdagangan. Zakat tanaman dan buah-buahan dibayarkan dalam bentuk hasil tanaman dan buah-buahan tersebut, meski ada kebolehan untuk membayarkannya dalam bentuk mata uang. Zakat ternak, tidak boleh diambil kecuali dalam bentuk hewan ternak juga; berupa unta, sapi atau kambing sesuai ketentuan syari’at. Lalu zakat emas perak dan perdagangan diambil dalam bentuk emas dan perak atau uang.
Dengan ketentuan unik
ini, terlihat bahwa zakat itu mampu menyuburkan usaha di sektor peternakan
disamping usaha sektor yang lain. Caranya para mustahiq atau penerima zakat
dipetakan terlebih dahulu. Mustahiq yang berpotensi dalam usaha peternakan,
diberi zakat berupa hewan ternak disamping makanan dan uang untuk keperluan
konsumsi. Sementara mustahiq yang berpotensi dalam perdagangan diberi bagian
zakat berupa uang dan makanan. Sehingga uang tersebut sebagian besar bisa
digunakan sebagai modal perdagangan, sebagian kecil untuk konsumsi. Sementara
makanan digunakan untuk konsumsi.
Mekanisme ketiga bagi
tersedianya modal usaha dan terbukanya lapangan kerja adalah penerapan
hukum-hukum tanah pertanian. Islam memiliki hukum-hukum seputar tanah
pertanian, yang akan menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup sebagai
modal usaha masyarakat. Satu diantaranya, hukum menghidupkan tanah mati. Bahwa
siapa saja yang menghidupkan tanah mati, secara otomatis berhak atas
kepemilikannya. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati,
maka (tanah) itu menjadi miliknya.” HR. Bukhari. Dalam hal ini, Negara tentu
harus berperan aktif mendorong masyarakat menghidupkan tanah. Sehingga
lahan-lahan yang ada dapat termanfaatkan optimal, katahanan pangan masyarakat
dapat tercapai disamping terbukanya lapangan kerja di sektor pertanian dan
perkebunan. Selain memerintahkan menghidupkan tanah mati, pada saat yang sama,
islam juga melarang menelantarkan tanah pertanian. Siapa saja menelantarkan
lahan pertanian selama tiga tahun berturut-turut, lahannya akan diambil oleh
Negara untuk diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Nabi SAW bersabda, “Siapa saja yang mempunyai
sebidang tanah, hendaknya menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya.
Apabila ia menelantarkannya, maka hendaknya tanahnya diambil darinya.” HR.
al-Bukhari. Dengan mengambil tanah dari orang yang menelantarkan lalu
memberikannya kepada orang yang mampu mengolah, maka tanah akan selalu membuka
lapangan kerja dan menjadi modal usaha pertanian. Satu lagi yang unik, islam melarang menyewakan
lahan pertanian. Artinya tidak boleh ada orang yang memanfaatkan tenaga orang
lain tanahnya. Dimana sang tuan tanah yang duduk berpangku tangan, namun
mendapat hasil dari tanahnya.
Dengan hukum-hukum ini, tanah yang merupakan harta tidak bergerak, bisa digerakkan secara dimamis oleh islam sebagai modal usaha ditengah-tengah masyarakat. Demikian gambaran sebagian hukum-hukum islam, yang bila diterapkan oleh Negara khilafah, akan memberi jaminan tersedianya modal usaha di seluruh bidang kehidupan. Sistem inilah yang sejatinya tengah dirindukan kehadirannya oleh masyarakat. Bukan sistem kapitalistik yang ribawi. Wallahua’lam