Oleh Deasy Rosnawati, S.T.P
BINTANGPOST : Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Kirana Pritasari mengatakan pemerintah tengah mempersiapkan layanan aborsi aman. Yaitu layanan aborsi yang diperbolehkan oleh peraturan peruandang-undangan.
Memang, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan sebenarnya melarang praktik aborsi. Namun larangan aborsi dikecualikan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis yang terdeteksi sejak usia dini kehamilan. Aborsi juga dikecualikan untuk kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma bagi korban.
Peraturan pemerintah nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi selanjutnya mengatur tentang usia kehamilan yang diperbolehkan melakukan aborsi. Menurut pasal 31 peraturan tersebut, tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Ada apa dengan gagasan layanan aborsi aman? Bila layanan aborsi dimaksudkan untuk merealisasikan Undang-Undang kesehatan, demi mengatasi kedaruratan medis, maka tidak cukupkah itu disebut tindakan kedaruratan medis. Dan sudah barang tentu dilakukan rumah sakit dengan prosedur yang aman. Untuk apa lagi, muncul gagasan layanan aborsi aman?
Ada apa dengan gagasan layanan aborsi aman? Bila layanan aborsi aman dimaksudkan untuk merealisasikan pasal 31 peraturan pemerintah tentang kesehatan reproduksi, yang membolehkan tindakan aborsi bagi korban perkosaan, dengan catatan usia kehamilan dibawah 40 hari, maka untuk apa digagas layanan aborsi aman? Bukankah yang dibutuhkan adalah prosedur baku bagaimana korban perkosaan bisa mendapat rujukan ke rumah sakit? Lalu untuk apa digagas layanan aborsi aman?
Berkilah dengan UU no 36 dan berdalih dengan PP no 61, itu tidak perlu. Layanan aborsi aman adalah gagasan lama yang sedang mencari momen yang pas untuk direalisasikan. Tujuan yang diinginkan dari gagasan layanan aborsi aman adalah, penyediaan layanan bagi kaum perempuan siapa pun, yang hamil dan tidak menginginkan kehamilannya.
Bila selama ini banyak dari mereka menggugurkan kandungannya ke dukun dan praktek aborsi ilegal, lalu mengalami komplikasi bahkan kematian; Maka, layanan aborsi aman yang digagas, tujuannya adalah untuk melayani mereka, dan mewujudkan keinginan dunia internasional yang Liberal.
Penyediaan layanan aborsi aman sebenarnya telah lama ditetapkan dunia Internasional. Yaitu sejak tahun 1994 dalam International Conference on Populations and Development (ICPD) yang digelar di Kairo. Ketika itu, gagasan penyediaan layanan aborsi aman mendapat penolakan dari negeri-negeri muslim peserta konferensi. Namun, meski mengalami penolakan, Negara-negara Barat yang liberal, berhasil men-dikte-kan konsep hak reproduksi, yang melalui konsep hak reproduksi inilah, gagasan layanan aborsi aman dapat terus diusung hingga hari ini.
Pada tahun 2005, para aktivis perempuan sebenarnya telah mencoba memasukkan gagasan aborsi aman, melalui usulan amandemen Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Sayangnya, gagasan ini mendapat penolakan yang sangat luas dari masyarakat. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah salah satu ormas yang secara massif melakukan aksi penolakan di kota-kota besar di Indonesia. Hingga rencana amandemen UU No 23 berhasil digagalkan.
Namun, pemantauan terhadap realisasi gagasan ini terus berlanjut. World Health Organisation (WHO) sendiri, begitu intensif menyerukan penyediaan layanan aborsi aman. WHO menjadikan angka kematian ibu akibat aborsi tidak aman sebagai alasan pentingnya penyediaan layanan aborsi aman. Tahun 2007 misalnya, WHO mendata 14-16 persen kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman dan menyerukan agar Negara-negara di dunia segera mengupayakan penyediaan layanan aborsi aman.
Senafas dengan WHO, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada 04 Desember 2015 juga mengeluarkan siaran pers tentang penyelamatan perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) melalui pengaturan layanan aborsi aman dan bertanggungjawab. Alasannya sama dengan alasan WHO, angka kematian ibu di Indonesia tinggi akibat aborsi ilegal. Hingga mereka pun menyeru pemerintah untuk membuat kebijakan terkait layanan aborsi aman.
Inilah yang ada dibalik wacana pelayanan aborsi aman yang digagas kementerian kesehatan. Wacana penyediaan layanan aborsi aman demi kedaruratan medis dan demi korban perkosaan adalah langkah awal menuju dilegalkannya aborsi, dan disediakannya fasilitas aborsi yang aman di tengah-tengah masyarakat.
Maka, bila kita tidak menghentikan sistem ini; suatu hari nanti pembunuhan bayi betul-betul terfasilitasi sempurna dengan teknologi. Dan para pembunuh bayi, tidak akan terdeteksi karena data mereka aman tersenbunyi. Mereka juga tidak akan mengalami resiko komplikasi atau kematian karena ditangani menggunakan teknologi tinggi. lebih jauh lagi, mereka akan terhindar jauh dari jerat hukum karena aborsi dilegalisasi.
Padahal, tahukah anda bahwa tahun 2018 saja, jumlah bayi yang diaborsi di dunia mencapai 41,9 juta. Atau lebih besar dari jumlah penduduk Aljazair tahun 2017 (41,32 juta)?
Wallahua’lam.