Menolak LGBT, Kok Mendukung Pemikirannya?

Menolak LGBT, Kok Mendukung Pemikirannya? .

Oleh Deasy Rosnawati, S.T.P

(Pemerhati Perempuan keluarga dan Generasi)

BINTANGPOST : Keresahan masyarakat semakin besar terhadap perkembangan komunitas lesbian, gay, biseks dan transgender (LGBT) di Lampung. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Lampung baru-baru ini mengungkapkan keprihatinannya. Mukhlis Sholohin, wakil ketua DDII Lampung menghimbau kaum LGBT bertobat dan kembali pada ajaran agama masing-masing. (Radarlampung, 17/10/2018).

Selaras dengan DDII, Majelis Adat Penyimbang Lampung (MPAL) juga mengecam keberadaan grup media sosial dengan nama “Gay Payan Mas” Kotabumi, Lampung Utara yang beranggotakan ratusan orang. (Lampost.co, 12/10/2018).

Bahkan pasca gempa dan tsunami di Palu, kewaspadaan masyarakat terhadap komunitas menyimpang ini semakin tinggi. masyarakat diliputi kekhawatiran akan datangnya azab Allah bila berdiam diri terhadap mereka. Maka masyarakat diberbagai kota di Indonesia pun ramai-ramai mengungkap dan mengecam komunitas LGBT ini di daerah-daerah mereka. Termasuk masyarakat di Lampung. 

Bagaimana prilaku LGBT bisa ada? Prilaku LGBT adalah salah satu bentuk ekspresi dari paham kebebasan bertingkah laku. Paham ini memberi ruang bagi penganutnya untuk melakukan petualangan liar dalam memuaskan hasrat seksual.

Pada awalnya, prilaku seksual menyimpang ini menjangkiti orang-orang secara personal, kecuali kaum Sodom di perbatasan Israel Yordania, serta kaum pompey Italia yang terjangkiti dalam skala komunal. Lalu, Allah mendatangkan azab yang sangat mengerikan, hingga kedua kaum ini musnah dari permukaan bumi.

Setelah itu, sejarah memang masih mencatat adanya prilaku menyimpang ini. Namun prilaku ini hanya menjangkiti orang-orang tertentu secara personal. Dan masyarakat secara umum tetap memandangnya sebagai prilaku menyimpang yang menjijikkan. 

Barulah di awal abad 20, para pelaku seks sejenis ini mulai membentuk komunitas. Di kota-kota besar Hindia-Belanda komunitas-komunitas homoseksual bermunculan di tahun 1920-an. Lalu, di tahun 1968, muncul istilah wadam untuk menyebut identitas mereka. Wadam dari kata hawa dan adam. Di Amerika, komunitas waria dan gay mulai menampakkan diri pada tahun 1969, ketika terjadi huru-hara di sebuah bar bernama Stonewall Inn. Ketika itu, kaum waria dan gay melawan sikap represif polisi atas mereka.

Pada tahun yang sama, di Jakarta juga muncul komunitas wadam dengan nama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD) yang berdiri dan difasilitasi oleh Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin. Lalu pada tahun 1978, di Dublin, Irlandia, berdiri Organisation Lesbian And Gay Association (OLGA).  Sekitar tahun 1980, istilah wadam diganti dengan waria karena adanya penolakan dari para pemimpin Islam.

Tahun 1981, penyakit AIDS ditemukan pertama kali di kalangan gay di kota besar Amerika Serikat. Penyakit mematikan dengan gejala sangat mengerikan. Namun ternyata, penemuan penyakit ini tidak menyurutkan pergerakan komunitas LGBT. Komunitas LGBT tetap berkembang pesat.

Pesatnya perkembangan mereka, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan sistem demokrasi yang dianut mayoritas Negara-negara di dunia. Sistem demokrasi telah menjadi rumah yang nyaman bagi tumbuhnya mereka. Karena dalam demokrasi, kebebasan bertingkah laku dijunjung tinggi, sementara toleransi, menjadi harga mati.

Tidak berhenti sampai di sini. Tahun 1993, komunitas ini mulai menapakkan kakinya untuk go internasional. Melalui komisi hak asasi manusia (HAM) yang mereka dirikan yaitu International Gay and Lesbian Human Rights Comission (IGLHRC), mereka berupaya memasukkan isu orientasi seksual dalam agenda konferensi PBB tentang HAM di Wina, Austria.

Berlanjut, pada tahun 1994, isu seks sejenis sebagai orientasi seksual yang harus dihargai kembali memenuhi ruang perdebatan. Kali ini dalam kerangka pengendalian laju pertumbuhan penduduk dalam konferensi kependudukan di Kairo. Pada saat itu, dua rekomendasi kontroversi dalam rangka pengendalian pertambahan penduduk adalah legalisasi aborsi dan legalisasi hubungan seks sejenis. Dua rekomendasi ini mendapat penentangan yang sangat besar.

Meskipun demikian, konferensi kependudukan Kairo berhasil menciptakan celah bagi komunitas LGBT untuk mendunia. Celah itu ada pada definisi hak reproduksi yang berhasil disepakati. Bahwa hak reproduksi menjamin setiap orang memperoleh standar tertinggi dari kesehatan reproduksi dan seksual. Termasuk hak untuk memutuskan menyangkut reproduksi yang bebas dari diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang dan kekerasan.

Kalimat “reproduksi yang bebas dari diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang dan kekerasan” adalah kalimat “sakti” yang selanjutnya digunakan berbagai pihak termasuk didalamnya berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam isu gender dan kespro, untuk mendorong masyarakat agar menerima keberadaan komunitas LGBT ini. Sebab mereka berhak dengan orientasi seksualnya untuk tidak mendapat diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang dan kekerasan.

Setahun setelah konferensi kependudukan di Kairo, diadakanlah konferensi perempuan internasional di Bijing. Konferensi ini membahas berbagai isu terkait kesetaraan gender.
Dan ide kesetaraan gender adalah ide yang sejalan dengan komunitas LGBT ini.

Dalam konsep dasar kesetaraan gender, laki-laki dan perempuan tidak boleh diperbedakan dalam peran dan tanggungjawab, meski mereka berbeda secara nature. Laki-laki dan perempuan harus dibiarkan memilih sendiri, peran dan tanggungjawab sesuai keinginannya. Termasuk dibiarkan dalam menentukan orientasi seksual. Boleh menurut mereka seorang laki-laki berorientasi seksual sebagai perempuan maupun sebaliknya. Boleh bagi laki-laki dan perempuan untuk merubah gender mereka (transgender). Serta boleh bagi masing-masing mereka untuk berorientasi seksual ganda. Inilah salah satu bentuk kesetaraan gender.

Paket program kesetaraan gender dalam konferensi Beijing ini pun disusun dan dibuat kerangka aksinya. Lalu dievalusi capaian implementasinya setiap 5 tahun sekali. Karena  Indonesia termasuk yang menandatangani kesepakatan ini, maka Indonesia pun akhirnya harus melakukan setahap demi setahap program-program tersebut.

Karena itu, perlahan tapi pasti, seiring peningkatan implementasi program kesetaraan gender tersebut, komunitas LGBT pun berkembang meluas. Bahkan pada tahun 2014, dalam sebuah konferensi pers, komnas perempuan menyatakan perlunya mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada kelompok LGBT, karena dianggap kelompok yang masih termarginalkan dalam masyarakat. Mereka juga mengatakan akan membawa persoalan LGBT ini dalam konferensi kesetaraan gender Internasional di Bangkok yang akan mereka hadiri.(cnn.id,13/11/2014)

Inilah pemikiran-pemikiran yang berkembang pesat di tengah-tengah kaum muslimin yang hidup dalam sistem demokrasi. Kebebasan bertingkah laku, hak asasi manusia, toleransi, kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender. Tanpa disadari oleh kebanyakan kaum muslimin, pemikiran-pemikiran ini telah menjadi media subur bagi tumbuh dan berkembangnya komunitas LGBT di negeri ini.

Oleh karena itu, bagaimana komunitas LGBT bisa hilang, kalau pemikiran yang menjadi media tumbuhnya LGBT justru kita dukung?

Wallahua’lam.


Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Bandar Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment