Sumber Penerimaan Daerah/Negara dalam Islam

Sumber Penerimaan Daerah/Negara dalam Islam .

Oleh: Ruruh Anjar

BINTANGPOST : Pemerintah Kota Bandarlampung berencana mengeksekusi sejumlah Rumah Toko (Ruko) di kawasan Pasar Tengah yang pemiliknya menolak memperpanjang sewa Hak Guna Bangunan (HGB). Menurut Assisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Pemkot Bandarlampung, Sukarma Wijaya, hal ini sesuai saran DPRD setempat, dan sekalipun para pemilik ruko membayarkan sewa HGB-nya estimasi pendapatan yang masuk hanya 8 milyar. Jumlah ini dinilai terlalu kecil dan tentunya akan menyusutkan pendapatan daerah Kota Bandarlampung yang saat ini sedang dimaksimalkan pihak Pemkot.  Pada saat eksekusi nanti, selain harus keluar dari ruko pemilik ruko tersebut juga akan terkena sejumlah denda (kupastuntas.co (1/10/2018)). Selain itu dengan adanya putusan MA tentang Hak Pengelolaan Lahan (HPL), maka Pemkot berwacana untuk membangun gedung parkir terpadu. Opsi ini karena potensi PAD yang besar dan kondisi parkir yang cukup semrawut (radarlampung.co.id(24/9/2018).

Keputusan yang diambil oleh Pemkot Bandarlampung dalam mengoptimalkan PAD adalah sesuatu yang wajar, jika dinilai dari sistem pengelolaan keuangan kapitalistik  di negeri ini yang sangat bergantung pada pajak. Hanya saja jika dilihat dari sisi para pedagang, maka terdapat ketimpangan. Ini terkait dengan penumbuhan ekonomi masyarakat yang menginginkan kebutuhannya terpenuhi dengan penghasilan memadai. Penarikan retribusi/sewa dan berbagai pungutan lainnya dengan nominal yang tidak sedikit justru memberatkan pedagang.

Di dalam Islam, pajak bukanlah sumber penghasilan utama. Baitul Mal sebagai pos pemasukan dan pengeluaran negara memiliki berbagai sumber pendapatan yaitu penerimaan rutin(fai’, ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, khumus rikaz, dan zakat yang dukhususkan bagi 8 asnaf), penerimaan tidak rutin (dharibah/pajak jika penerimaan rutin tidak memenuhi kebutuhan), dan penerimaan lainnya (dana hasil kepemilikan umum, dana hasil usaha kepemilikan negara, harta waris yang tiada ahli warisnya, harta orang murtad, dan usyur).

Sumber-sumber pendapatan yang telah ditetapkan syara’ tersebut sebenarnya cukup untuk mengatur urusan rakyat dan melayani kepentingannya sehingga tidak perlu lagi mewajibkan pajak, baik langsung maupun tidak langsung. Hanya saja jika dari penerimaan rutin dan penerimaan lainnya tidak mencukupi, maka diperbolehkan mengambil pajak dengan ketentuan syara’ yang ketat. Pajak hanya boleh digunakan untuk pembiayaan jihad, pembangunan industri senjata, nafkah fakir dan miskin, pembiayaan kondisi darurat (gempa, banjir, topan, tsunami, invasi musuh dan lain-lain), serta membayar gaji tentara, hakim, pegawai, negeri, dan guru. Wajib pajaknya pun terbatas, yaitu muslim (QS 9:29) dan mampu (2;219).  Pengambilan pajak hanya sesuai kebutuhan dan tidak boleh melebihinya. Mengambil lebih dari kebutuhan dan digeneralisir untuk semua warga tanpa memandang kelebihan penghasilan hariannya adalah sebuah kezaliman.

Jika Baitul Mal sudah tercukupi kembali dari penerimaan rutin dan penerimaan lainnya, atau kondisi darurat telah terlampaui, maka pajak tidak dipungut kembali. Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum pajak adalah harta yang diwajibkan Allah kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan keadaan mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di Baitul Mal kaum muslimin untuk membiayainya.

Oleh sebab itu jika saja para pemimpin negeri ini mengambil aturan Islam sebagai sandaran, tidak akan muncul kebimbangan dan kezalimandalam memenuhi kas daerah/negara. Bahkan akan membawa keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan bagi seluruh rakyatnya. Penerapannya pun harus sempurna, tidak boleh sebagian-sebagian karena Islam adalah sebuah sistem dengan aturan-aturan yang saling berkelindan.

Pada hakikatnya di dalam Islam, penguasa dipilih rakyat untuk menerapkan syariat Islam demi terwujudnya kemaslahatan rakyat di dunia dan akhirat, karena penguasa akan mempertanggungjawabkan kekuasaannya di dunia dan mahkamah akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya” (HR Bukhari-Muslim).

Wallahu a’lam bishshowwab


 


Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Bandar Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment