Menaikkan Batas Minimal Usia Boleh Menikah, Berbahaya?

Menaikkan Batas Minimal Usia Boleh Menikah, Berbahaya? Foto. Ilustrasi.

BINTANGPOST : Dalam mencegah pernikahan dini, pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang perkawinan, salah satunya dengan menambah batas usia menikah. 

Rencananya batas usia menikah untuk laki-laki adalah 22 tahun, perempuan 20 tahun.Selama ini, batas minimal usia pernikahan untuk laki-laki 19 tahun dan untuk perempuan 16 tahun. 

Ketentuan ini diatur dalam UU no 1/1974 tentang perkawinan. Sementara itu, dalam UU no 35/2014tentang perlindungan anak, batas usia anak adalah 18 tahun. Sehingga ketika terjadi pernikahan pemuda 19 tahun dengan pemudi 16 tahun, pernikahan ini legal berdasarkan UU pernikahan, namun menyalahi hak anak berdasarkan UU perlindungan anak.

Untuk memperkuat alasan betapa pentingnya menaikkan batas usia menikah dan betapa beresikonya pernikahan dini, diajukanlah sejumlah alasan. Antara lain, pernikahan dini menyebabkan angka putussekolah perempuan meningkat. Pernikahan dini menyebabkan perempuan rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pernikahan dini beresiko menimbulkan kanker serviks dan seterusnya.

Dalam pandangan islam, tidak benar pernikahan seorang laki-laki berusia 19 tahun dan perempuan 16 tahun, disebut pernikahan anak. Sebab batasan anak menurut islam adalah seseorang yang belum baligh. Belum mengalami mimpi untuk laki-laki dan belum haid untuk perempuan. 

Pemuda 19 tahun dan pemudi 16 tahun, keduanya telah baligh (dewasa). Maka pernikahan keduanya lebih tepat disebut pernikahan dua orang dewasa. Bukan pernikahan anak.

Akan tetapi, karena definisi anak yang digunakan kita saat ini mengacu pada konvensi PBB bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, maka terbitnya Perppu agaknya memiliki cukup legitimasi. Akan tetapi, secara rasional gagasan penerbitan Perppu ini justru sangat berbahaya. Sebab, kematangan seseorang secara seksual realitasnya terjadi ketika seseorang mencapai baligh. 

Pada fase inilah seorang laki-laki mulai memiliki dorongan untuk melakukan hubungan seksual. Maka, bila baligh tercapai pada kisaran usia kurang lebih 12 tahun, sementara batas menimal usia menikah 22 tahun, maka ada rentang sekitar sepuluh tahun antara usia baligh dengan usia boleh menikah.

Sementara pada saat bersamaan, pergaulan bebas, paparan pornografi dan pornoaksi mengepung secara massif. Mereka yang secara ril telah baligh dan tak kuasa menahan diri, bisa dipastikan akan terjerumus dalam perzinahan. Maka terjadilah kerusakan akhlak di tengah-tengah masyarakat.

Dengan demikian, menjadikan definisi anak berdasarkan konvensi PBB untuk mengoreksi UU perkawinan adalah kecerobohan yang sangat membahayakan.

Adapun berbagai persoalan yang sering dikaitkan dengan pernikahan dini misalnya, pernikahan dini menyebabkan anak perempuan putus sekolah. Bahwa anak perempuan yang menikah dan hamil, cenderung putus sekolah, alasan ini tidak dapat diterima. 

Sebab, pada faktanya anak perempuan yang putus sekolah adalah mereka yang hamil di luar nikah. Mereka malu dengan aib tersebut. Sehingga, meski mereka dinikahkan oleh orang tua mereka, rasa malu akan aib tersebut lah yang mendorong mereka berhenti sekolah. 

Maka, kekhawatiran terhadap meningkatnya angka putus sekolah pada kaum perempuan, semestinya dilakukan dengan cara mencegah pergaulan bebas remaja. Hingga tidak terjadi kehamilan di luar nikah yang memalukan, bukan dengan menaikkan batas usia menikah.

Selanjutnya, persoalan lain yang juga sering dikaitkan dengan pernikahan dini adalah, bahwa pernikahan anak berpotensi lahirkan keluarga yang tidak kuat. Karena secara emosi mereka belum siap dan belum tahu tujuan pernikahan. Memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menjadi faktor utama kegagalan pola asuh, dan memicu kekerasan pada anak. 

Alasan ini pun tidak dapat diterima. Sebab adaperbedaan antara dewasa dengan kedewasaan. Seseorang disebut dewasa karena bertambahnya umur, akan tetapi seseorang disebut memiliki kedewasaan karena bertambahnya pemahaman mereka yang mendorong bertambahnya rasa tanggung jawab mereka dalam kehidupan.

Seorang pemuda yang dipersiapkan dengan pemahaman dan dipersiapkan kemampuan menaggung nafkah, akan memahami tanggungjawab dalam kehidupan dan memiliki kemampuan menanggung nafkah. Sementara pemuda-pemuda yang dibiarkan tanpa pemahaman dan tanpa persiapan untuk menanggung nafkah, bahkan dalam usia diatas  dua puluhan pun banyak yang tidak siap memikul tanggung jawab.

Maka fakta bahwa banyak para pemuda kita yang telah melewati masa baligh, dalam rentang waktu yang lama namun belum mencapai kedewasaan. Justru menunjukkan buruknya sistem pendidikan kita,  bahwa sistem pendidikan kita tidak mampu mendewasakan mereka tepat waktu.

Selanjutnya, alasan lain yang juga dikemukakan untuk menolak pernikahan dini adalah, bahwa pernikahan dini memiliki resiko yang lebih tinggi terkena kanker leher Rahim (kanker serviks). Karena organ reproduksi yang mereka miliki belum matang. 

Alasan ini pun tidak dapat diterima. Penyebab kanker serviks adalah virus human papillomavirus (HPV). Dan secara medis, seluruh wanita pada tingkat usia berapa pun beresiko terkena kanker ini. Tapi, resiko terbesar, ada pada wanita yang aktif secara seksual, maka pelaku seks bebas lah yang justru beresiko tinggi.

Mengenai data penyebaran virus ini, bahwa pada tahun 2000-2012 virus ini menjangkiti perempuan pada kisaran usia 21-22 tahun. Namun diatas tahun 2012, penyebaran virus ini merambah perempuan berusia dibawah 20 tahun. 

Data ini tidak bisa dijadikan justifikasi bahwa pernikahan dini beresiko terkena kanker serviks, data ini justru menunjukkan bahwa prilaku seks bebas makin ke sini, pelakunya semakin muda usia. Virus HPV tentu saja akan mudah terjangkit pada perempuan pelaku seks bebas. Sebab, hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan tidak sah, memang cenderung brutal dan tidak memperhatikankebersihan organ reproduksi. 

Kebrutalan dan ketidak bersihan inilah pangkal terjadinya luka. Ditambah intensitas seks bebas yang tinggi memicu infeksi, yang selanjutnya ditularkan pada pasangan yang lain.

Dengan demikian, perppu tentang pernikahan tidak memiliki alasan yang kuat untuk diterbitkan.


Penulis : Deasy Rosnawati, STP

Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment