Solusi Islam Berantas HIV/AIDS

Solusi Islam Berantas HIV/AIDS Penulis : Ibu Rumah Tangga tinggal di Pringsewu.

Oleh: Tias Windi Alvita
BINTANGPOST : Berita mengejutkan sekaligus memilukan kembali terjadi di kabupaten Pringsewu. Dikutip dari harian Saibumi.com, Kamis, 14 November 2019, jumlah pasien HIV/AIDS di Kabupaten Pringsewu yang sedang menjalani pengobatan dan terindentifikasi sebanyak 105 pasien. Sebanyak 65 pasien dari Pringsewu, 10 pasien dari Pesawaran, 22 pasien dari Tanggamus, 1 pasien dari  Lampung Selatan, 1 pasien Krui, dan 6 pasien Lampung Tengah. Dari rincian pasien yang diobati di Klinik Bambu Asih RSUD Pringsewu, faktor resikonya adalah 54 LSL (laki-laki sesama laki-laki), waria 1 orang, WPS (wanita pekerja seksual) 12 orang, pelanggan WPS 5 orang dan penasun (pengguna narkoba dan jarum suntik) 3 orang. 
Dari sekian banyak penderita yang dirawat, yang terbanyak berasal dari perilaku seks menyimpang. Jumlah kasus HIV/AIDS ini terus berulang dan tak kunjung berkurang. Solusi yang selama ini ditawarkan pun sama sekali tidak mengurangi jumlah kasus HIV/AIDS. Sebaliknya, solusi yang dikenal dengan solusi "ABC" (Abstain, Be faithful, dan Condom) justru membuka peluang kampanye seks bebas secara "aman". Artinya, boleh seks bebas asalkan jangan terkena PMS (penyakit menular seksual). 
Miris tentunya,  solusi yang diharapkan menjadi pemutus mata rantai HIV/AIDS justru menambah deret panjang penyebaran penyakitnya. Ini dikarenakan tidak mengakarnya solusi yang diberikan. Memutus mata rantai penyebaran penyakit HIV/AIDS seharusnya dengan meninggalkan perilaku seks bebas, bukan dengan seks "aman" sebagaimana yang selama ini digaungkan. 
Islam sebagai sebuah aturan hidup Allah turunkan bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan penciptanya. Islam hadir memberikan solusi mendasar bagi setiap permasalahan yang ada termasuk kasus HIV /AIDS.
Kejadian HIV /AIDS yang terus berulang sesungguhnya merupakan manifestasi pola pikir liberal yang saat ini mencengkram pemikiran masyarakat. Merasa "tubuhku otoritasku", menjadikan individu merasa apapun yang akan dilakukan tidak perlu aturan. Hasilnya, perzinahan terlegalkan secara opini, karena merasa sudah biasa. Tak heran bila prostitusi, seks sesama jenis, dan penggunaan narkoba seolah menjadi hak setiap individu terhadap dirinya. Tidak ada seorang pun yang berhak melarang, apalagi sang pencipta. Namun, setelah terkena penyakit, barulah merasa membutuhkan kepada yang lain. 
Karenanya, Islam hadir menuntaskan permasalahan HIV/AIDS dari level preventif hingga kuratif. Pada level preventif atau pencegahan, islam telah melarang setiap individu agar tidak melakukan zina. Sebagaimana firman Allah ta'ala, “dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S. al-Isra’: 32)
Bahkan, bagi para pelaku seks sesama jenis, islam pun telah memberikan larangan yang tegas. 
“Dan (kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini), sungguh kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampui batas”. (Q.S. al-A’raf ayat 80-81)
Zina dan seks sesama jenis dalam islam tergolong  perbuatan keji yang keduanya secara tegas dilarang dalam islam. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-An’am: 151, “Janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi.”
Larangan islam ini tidak lain hanya ingin menjadikan manusia terjaga kehormatan dan kemuliaanya. Selain itu, islam membentuk orientasi seksual yang sesuai dengan fitrah manusia. 
Selanjutnya, Islam mencegah dengan mewajibkan setiap individu muslim yang telah baligh untuk menuntut ilmu islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
Dengan memahami islam, setiap individu diharapkan selalu merasa diawasi Allah,  sehingga apapun yang dilakukan tidak akan melanggar perintah dan larangan Allah. 
Islam juga melarang hadirnya berbagai rangsangan yang mampu membangkitkan syahwat, seperti pornoaksi dan pornografi. Aturan ini berlaku bagi berbagai tayangan baik di media cetak maupun elektronik.  Disinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan guna melaksanakan regulasi yang sesuai dengan islam, agar konten yang menyebabkan pelanggaran terhadap aturan islam, seperti pornografi, tidak dapat diakses oleh masyarakat. Jika dengan pencegahan masih juga terjadi pelanggaran, maka hukum islam hadir untuk memberikan efek jera bagi calon pelaku kemaksiatan dan penebus dosa bagi pelaku kemaksiatan. Islam telah menetapkan berbagai hukuman bagi pelaku perzinahan. 
Namun, jika dengan segala upaya tersebut masih juga terjadi kasus HIV/AIDS, maka islam akan mendorong para ilmuan dan dokter untuk meneliti berbagai macam pengobatan yang dapat dilakukan guna menyembuhkan para penderita HIV/AIDS. Negara berkewajiban untuk memfasilitasi segala kebutuhan penelitian demi tercapainya kesembuhan bagi penderita HIV /AIDS.  Tentunya semua itu harus diawali dengan pertaubatan dari segala perbuatan maksiat, yang telah dilakukan oleh sang penderita HIV/AIDS.
Semua ini hanya mampu terlaksana jika aturan islam diterapkan dalam kehidupan secara menyeluruh. Karena islam tidak akan membiarkan umatnya mengidap penyakit yang akan memusnahkan generasi, maka kesungguhan dan sinergi seluruh komponen masyarakat sangat diperlukan untuk memutus rantai HIV/AIDS. Kepedulian masyarakat dengan tidak membiarkan perilaku seks menyimpang terjadi di lingkungannya, serta adanya kesigapan pemerintah, baik pusat dan daerah, untuk memutus perbuatan yang menyebabkan hadirnya penyakit HIV/AIDS, dengan aturan yang tegas sesuai syariat islam, akan membawa manusia pada kesembuhan dan terjaganya kemuliaan. 
Allahu a'lam.



Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Pringsewu.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment