Bimtek Pelestarian Dan Pengembangan Benda Cagar Budaya.

Bimtek Pelestarian Dan Pengembangan Benda Cagar Budaya. Foto : sis/bintangpost.com.

BINTANGPOST: Dinas Pariwisata Kebudayaan Kepemudaan dan Olah Raga (Disparbudpora) Kabupaten Tanggamus menggelar acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Pelestarian Dan Pengembangan Benda Cagar Budaya (BCB) koleksi Museum TA. 2019, acara ditempatkan di Aula Hotel Hosana Kecamatan Gisting, (5-6 Nopember 2019).
Bimtek yang mengangkat tema "Peran masyarakat dan tenaga didik dalam pelestarian dan pengembangan cagar budaya sebagai ruang berekspresi dalam membangun karakter bangsa menuju kesejahteraan masyarakat Tanggamus berjaya"itu, diikuti para Guru sejarah TK, SLTP seKabupaten Tanggamus, dengan  nara sumber Drs. Oki Laksito, Arkeolog Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Lampung. Drs. Farizal A Temenggung, MM. Tim Ahli sejarah dan Tradisi Provinsi Lampung.

Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Kepemudaan dan Olah Raga (Disparbudpora) Kabupaten Tanggamus, Hj. Retno Noviana Damayanti, ST. MT. mengatakan. Komitmen Pemda Tanggamus dalam pengembangan kebudayaan diwujudkan dalam kegiatan pelestarian dan pengembangan benda cagar budaya dan koleksi museum. 
"Amanat undang-undang cagar budaya nomor 11 tahun 2010 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2015 tentang museum, diwujudkan dalam pengembangan visi Kabupaten Tanggamus, pada masyarakat yang menjalankan agamanya secara taat dalam suasana budaya yang kreatif dan didukung manusia yang berkualitas," kata Retno.
Retno menjelaskan. Pada bidang kebudayaan, pelestarian dan pengembangan, cagar budaya secara berkesinambungan dikelola sebagai kekayaan budaya Tanggamus. Cagar budaya sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting. "Artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Cagar budaya perlu dilestarikan, dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Dalam rangka memajukan Kebudayaan Nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," jelas Retno.

Retno juga menerangkan. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan, berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya di darat ataupun di air yang perlu dilestarikan keberadaannya. "Karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui proses penetapan cagar budaya," terang Retno.
Dalam kesempatan tersebut, Retno memaparkan kekayaan cagar budaya Tanggamus secara singkat. Tahun 2019, tercatat berjumlah 195 cagar budaya yang meliputi, Benda cagar budaya 151, Bangunan cagar budaya 11, Struktur cagar budaya 26, Situs cagar budaya 5, Kawasan cagar budaya 2. Tanggamus tumbuh dan berkembang sejak masa prasejarah, peninggalan purbakala/cagar budaya diantaranya, batu bergores, batu berjajar, batu berlubang batu datar, batu lumpang, batu lingkar beliung persegi, manik-manik, menhir, dolmen, punden, benteng dan parit tanah, arca gajah, dan arca kerbau titik temuan berada di situs batu bedil dan situs gelombang.
Pada masa hindu-budha, Lanjut Retno, Tanggamus memiliki prasasti Batu bedil (Budha) dan prasasti ulubelu (Hindu). Prasasti Batu bedil Pulau Panggung terbaca namo bahaga wate dan swaha (Mantra) umur awal abad ke-10 M. Prasasti Ulubelu (Kota Agung) abad ke-14 M berisi tentang mantra permintaan tolong kepada Batara Guru (Siswa), Brahma, dan Wisnu serta dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh.
Tanggamus pada masa Islam, ditandai dengan sejumlah Makam diantaranya Makam Bujang, Makam Gadis, Makam Gunung Putri, Makam Pangeran Jiwa Kesuma (Kompleks Makam Wonosobo), Makam Syekh Jambu Manglid, Makam Keramat Pajajaran, Makan Padang manis, Makam Ratu Sangkhira, Makam Taboh Ada Beban, Makam Tambak Balak, dan makam Tambak Jawa serta Sanggar Kekhtuan Semaka dan Lamban Pesirah Marga Ngarip.
Penyebaran agama Islam dimulai sejak abad ke-16 M, salah satu tokohnya adalah Syekh Jambu Manglid, wafat sekitar tahun 1625 yang menyebarkan agama Islam di Tanggamus Air Naningan, melalui kesenian. Masa kolonial diawali tahun 1889 sejak kedatangan Belanda yang membangun pelabuhan, bendungan, gereja dan kantor pemerintahan. 
Batin Mangunang berjuang melawan penjajah Belanda sekitar tahun 1828 dengan wilayah jelajah perjuangan dari Teluk Betung hingga Kota Agung. Beliau berjuang bersama Radin Inten I dan Radin imba II penjajah Jepang tiba tahun 1943 yang membangun benteng pertahanan bunker.
Lebih lanjut Retno. Menceritakan pusat peradaban Tanggamus, Bukti cagar budaya sejak masa prasejarah hingga masa kolonial. menggambarkan bahwa Tanggamus merupakan salah satu pusat kebudayaan dan peradaban di Provinsi Lampung. Disamping itu, juga menguraikan perkembangan budaya Tanggamus. 
Retno juga menerangkan. Terkait peran serta masyarakat Tanggamus tentang program pelestarian dan pengelolaan peninggalan purbakala, pada kegiatan pelestarian dan pengembangan benda cagar budaya dan koleksi museum, dilaksanakan sebagaj upaya (Disparbudpora) dalam pelestarian cagar budaya di Tanggamus. 
Karena menurut Retno. Pemerintah dan masyarakat bekerja sama dalam pelestarian cagar budaya, masyarakat dapat membentuk sahabat cagar budaya sebagai organisasi kemasyarakatan, mitra pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang cagar budaya dan mengembangkan pariwisata. "Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah, dapat mengembangkan Cagar Budaya sebagai materi pendidikan karakter siswa. Keunggulan dan kekayaan Cagar budaya Tanggmus, dapat menjadi sumber kesejahteraaan ekonomi pariwsata, dan media pendidikan karakter," pungkas Retno.(Sis)

Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Tanggamus.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment