ATASI DBD DENGAN PERUBAHAN POLITIK DUNIA Oleh: Deasy Rosnawati, S.T.P

ATASI DBD DENGAN PERUBAHAN POLITIK DUNIA  Oleh:  Deasy Rosnawati, S.T.P Foto: ilustrasi.

BINTANGPOST: Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di provinsi Lampung mengalami peningkatan cukup tinggi. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mencatat 1.169 kasus per Januari 2019. Padahal Desember hanya 344 kasus. Lalu, pada 4 Februari catatan kasusnya telah mencapai 27 kasus. Atau rata-rata hampir 7 kasus setiap hari.  

Tingginya angka tersebut, menjadikan Lampung urutan keenam kasus DBD tertinggi di Indonesia. Sementara urutan pertama DBD tertinggi di Indonesia ditempati provinsi Jawa Timur dengan jumlah kasus mencapai 20 persen dari total laporan kasus yang diterima dari seluruh Indonesia. Adapun, total laporan kasus DBD dari seluruh Indonesia sebanyak 13.683 kasus. (tribun.news.com)

Sebagai Negara beriklim tropis, Indonesia menjadi tempat perkembangbiakan yang pas bagi nyamuk, termasuk nyamuk Aedes aegepty, yang menjadi vektor penular DBD. Hingga tak mengherankan bila penyakit DBD endemik di negeri ini. Artinya, setiap tahun penyakit ini akan berulang menyerang.

Sebagai wilayah endemik sejak tahun 1968, semestinya Indonesia telah matang dalam mengenali penyakit ini, hingga lebih siap untuk mengantisipasi dan mengatasi.

Pertama, karena penyakit DBD penyebabnya adalah virus, yaitu virus Dengue. Sementara infeksi virus ini bisa ditangkis oleh tubuh yang memiliki daya tahan tubuh yang tinggi. Maka, membangun daya tahan tubuh yang tinggi pada rakyat semestinya prioritas dilakukan sebagai langkah antisipasi.  

Caranya, masyarakat harus dijauhkan dari potensi stress, karena stress dapat menurunkan daya tahan tubuh. Negara harus memastikan kebijakannya tidak membebani masyarakat dengan beban hidup yang berat.  Masyarakat juga harus bergerak secara aktif, cukup istirahat/tidur, tidak dehidrasi dan mengkonsumsi makanan bernutrisi setiap hari diambah konsumsi buah-buahan yang hanya berbuah di musim penghujan. Pada buah-buahan semacam ini, Allah ciptakan khasiat khusus berupa kemampuan meningkatkan daya tahan tubuh manusia.

Kedua, karena DBD dapat menyebabkan penurunan jumlah trombosit pada pasien, maka pemahaman mengenai cara mudah menaikkan kadar trombosit, dengan mengkonsumsi makanan-makanan tertentu semestinya menjadi pemahaman mendasar seluruh masyarakat yang diajarkan di sekolah-sekolah sejak tingkat dasar.

Ketiga, Karena nyamuk DBD menyukai tempat-tempat yang lembab untuk bersembunyi, maka untuk mencegah mereka bersembunyi, setiap pemukiman penduduk harus dipastikan mendapat sirkulasi udara dan sinar matahari yang cukup. Sebagaimana dalam islam, terdapat larangan bagi seseorang mendirikan bangunan yang lebih tinggi dari rumah tetangganya, dan mengharuskan bangunan-bangunan tinggi memiliki landscape atau taman-taman yang luas.  

Keempat, karena nyamuk DBD berkembang biak pada air bersih yang tergenang, maka untuk mencegah bersarangnya nyamuk, semestinya tidak ada lubang galian di sekitar pemukiman pada musim penghujan yang bisa menampung air. Seperti tambak terlantar, galian-galian pembangunan yang terlantar, dll. 

Kelima, untuk memutus rantai perkembangan nyamuk, Negara semestinya menerapkan berbagai penelitian yang telah dilakukan para pakar dalam penanggulangan DBD. Antara lain penelitian yang dilakukan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang pada tahun 2016 memperkenalkan Teknik Serangga Mandul (TSM). Caranya, nyamuk aedes jantan dimandulkan dengan sinar gamma, lalu nyamuk tersebut dilepas. Dengan cara tersebut, telur-telur nyamuk betina yang dikawininya tidak akan menetas.  

Atau penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengembangbiakkan nyamuk yang mengandung bakteri wolbacia. Bakteri ini menyebabkan nyamuk tidak terinfeksi virus dengue. Bila nyamuk ini betina, maka perkawinannya akan menghasilkan nyamuk dengan wolbacia juga. Bila nyamuk ini jantan, maka, nyamuk betina yang dikawininya, telurnya tidak akan menetas. Penelitian ini telah diujicobakan di Yogjakarta pada april 2016.

Keenam, karena pemanasan global dapat memicu ledakan jumlah nyamuk DBD, maka semestinya dilakukan upaya memaksa dunia internasional untuk merevitalisasi bumi demi mencegah pemanasan global lebih lanjut. Perubahan iklim akibat pemanasan global mempengaruhi rata-rata kehidupan nyamuk menjadi lebih pendek dengan frekuensi menggigit lebih sering. 

Budi Haryanto, Kepala Peneliti Pusat penelitian perubahan iklim Universitas Indonesia, mengemukakan contoh bahwa nyamuk malaria memiliki waktu hidup 12 hari pada suhu 25-27 derajat. Pemanasan global menyebabkan suhu meningkat 32 – 35 derajat. Akibat kenaikan suhu ini, metabolisme nyamuk pun menjadi lebih cepat. Lebih banyak makan, hingga ia menjadi lebih cepat dewasa dan berkembang biak, dengan waktu hidup 7 hari. Dampak lanjut dari hal ini adalah terjadinya ledakan populasi nyamuk di daerah tropis. 

Ketujuh, belajar dari sejarah, sebagaimana dikemukakan oleh Dr dr Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI, dokter spesialis penyakit dalam RSCM, bahwa nyamuk aedes aegepty dan aedes albopictus sebelum menyerang pemukiman penduduk dan menghisap darah manusia, kedua nyamuk ini menghisap darah primata yaitu monyet.  Maka semestinya ada upaya proteksi hutan agar menjadi habitat hewan-hewan primata. Dengan begitu, kita bisa mengembalikan nyamuk DBD ke habitat aslinya di hutan.

Kedelapan, sebagai upaya terakhir, penyempurna dari upaya-upaya sebelumnya, adalah menggerakkan masyarakat untuk melakukan 3M plus; menutup tampungan air, menguras air dan mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air. Plus memakai kelambu saat tidur atau memakai obat anti nyamuk.

Inilah setidaknya delapan langkah yang semestinya dilakukan Indonesia jauh-jauh hari untuk bisa mengatasi endemi DBD. Sayangnya, tidak mudah merealisasikan solusi ini. Sebab, ia membutuhkan komitmen yang tinggi untuk mengurusi urusan rakyat, membutuhkan biaya yang besar, mengharuskan negeri ini memiliki kemandirian dan mengharuskan negeri ini memiliki kekuatan politik yang diperhitungkan  dunia.

Maka, DBD bukan persoalan kesehatan sederhana, melainkan persoalan politik dunia. Akan sampai kapan Indonesia menyandarkan diri dengan upaya 3M plus untuk mengatasi DBD?(**).

Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Nasional.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment