BINTANGPOST: Menyikapi berita hoaks yang marak beredar jelang kontestasi Pemilu 2019, Kemenkominfo mengajak media massa untuk memberi nilai-nilai edukasi kepada masyarakat. Dirjen Informasi dan Komunikasi Informasi Publik Kemenkominfo, Niken Widiastuti menyebut media massa memiliki peran besar untuk menggiring opini. Untuk itu, perlu adanya ketegasan pers dalam menentukan konteks pemberitaan agar masyarakat bisa lebih jernih membaca isu politik yang berkembang. Terbaru hasil penelitian LIPI, issue SARA, konflik horizontal pendukung, keamanan, ketidaksiapan penyelenggara atau penyelenggara tidak netral dan lainnya, dapat menghambat jalannya Pemilu 2019. Sebuah keniscayaan , berita hoks masih akan menjadi ancaman yang menggangu kehikmatan dari Pemilu 2019. Terutama kaum milenial yang diminta untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Betapa tidak, hampir seluruh masyarakat terakses langsung dengan internet. Oleh karenanya pengawasan ekstra ketat di tengah situasi Pemilu 2019, perlu dilakukan.
Di sisi lain, Sebagai salah satu unsur Aparatur Penegak Hukum, jajaran Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Lampung akan melakukan upaya dalam menciptakan situasi aman dan kondusif ditengah masyarakat, termasuk mengantisipasi dan meminimalisir beredarnya informasi hoax. Kasubid Tekhnologi Informasi Bidang Tekhnologi Informasi Polda Lampung Kompol Ruzwan seperti ditulis rri.co.id mengatakan, peredaran informasi hoax yang mayoritas disebar luaskan melalui media sosial tersebut, telah terbukti membuat keresahan ditengah masyarakat. Hal itu karena informasi hoax yang beredar, banyak yang mengandung berbagai unsur ujaran kebencian, terlebih pada situasi politik yang menghangat, menjelang pelaksanaan pemilihan umum tahun depan. Untuk meminimalisir dan mengantisipasi beredarnya informasi hoax ditengah masyarakat, Polda Lampung telah melakukan berbagai upaya, diantaranya adalah dengan membentuk Satgas Nusantara.
Era keterbukaan informasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, tak bisa dipungkiri keberadaan internet dan media sosial sangat membantu keberlangsungan berbagai kepentingan publik. Mulai dari kepentingan bisnis, UMKM, hingga pelayanan publik. Namun di sisi lain, internet pula yang membuka celah dan menjadi arena berbagai pelanggaran hukum dan etika di dunia maya yang meresahkan masyarakat. Peraturan mengenai pemanfaatan internet sendiri sudah jelas dan tegas, diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Selain itu, Majelis Ulama Indonesia pun telah mengeluarkan Fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Masyarakat diharapkan mengacu pada peraturan-peraturan yang ada dalam berinternet dan media sosial. Sementara itu untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi akibat hoaks, Kemenkominfo mengajak semua pemangku kepentingan untuk menerapkan langkah preventif. Antisipasi hoaks dan edukasi literasi digital diharapkan dapat menciptakan manusia yang produktif dan memangkas penyebaran hoaks dan konten negatif.
Bahkan, Dirjen IKP, Niken Widiastuti pun mengklaim, pola komunikasi yang terjadi di masyarakat saat
ini adalah “10 ke 90”. Analoginya, 10 persen pengguna memproduksi informasi,
sementara 90 persen lainnya menyebarkannya. Karenanya, Dirjen IKP memiliki
program untuk mengajak masyarakat memproduksi konten positif di internet. Yaitu
rangkaian pelatihan Konten Informasi Digital (Kidi) dan kompetisi Generasi
Positive Thinking (Gen Posting) yang digelar di sejumlah kota Indonesia. Oleh karenanya, mari bermedsos yang bijak,
hindari hoaks. (aap)