Tol Gratis Berkualitas Itu Niscaya.

Tol Gratis Berkualitas Itu Niscaya. Foto : Deasy Rosnawati, S.T.P.

Oleh : Deasy Rosnawati, S.T.P  
Bandar Lampung, (BP) : Sebuah video kecelakaan maut beredar luas di media sosial. Seorang mahasiswi, Febi Khairunnisa (21), tewas setelah mobil yang dikendarainya menghindari lubang di ruas Tol Palembang-Lampung Km 362 (Tol Palembang-Kayu Agung). 

Sebelum kejadian ini, warga sudah banyak mengeluhkan kondisi ruas tol tersebut yang banyak lubang. Ketua Komunitas Sopir Truk RST Sumsel, Apriyadi bahkan mengatakannya sebagai tol paling ekstrem yang pernah dilalui.

"Wah kalau tol itu memang tol paling ekstrem. Tak layaklah dilalui. Semua sopir dari Jawa rata-rata ngakunya sama, ada yang patah as roda, ada yang patah per, banyaklah segala macam kendala di tol itu. Intinya, tol itu tol paling ekstrem yang pernah kami lalui. Sudah bayarnya mahal, tapi kondisi jalannya parah banget," ungkap Apriyadi (news.detik.com., 08/01/2022).

Bukan tanpa alasan jalan tol di ruas Kayu Agung-Palembang mengalami kerusakan. Sejak awal pembangunannya, ruas ini memang memiliki karakteristik berbeda. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan tol Kayu Agung-Palembang sepanjang 42,5 kilometer (KM), sebagiannya di bangun di atas tanah rawa. Tepatnya 22 km dibangun diatas rawa-rawa. Oleh karena itu pembangunannya butuh teknologi khusus dan modal yang besar.

Total modal untuk pembangunan JTTS tahap 1 dengan 24 ruas sepanjang 2.813 KM mencapai Rp 547, 159 triliun (merdeka.com., 09/09/2021). Menurut Direktur Hutama Karya, Budi Harto, pembangunan JTTS memang terhitung tidak laik secara finansial. 

Disinilah akar persoalan mengapa JTTS di ruas Kayu Agung-Palembang mudah mengalami kerusakan; berlubang dan bergelombang. Hingga memicu kecelakaan. Bayangkan, pebisnis yang membangun tol untuk memperoleh keuntungan "dipaksa" membangun yang tidak laik secara finansial. Tentu sulit untuk membangun secara maksimal. Tarik ulur kepentingan sosial dan komersial pasti tak bisa dihindari. Maka inilah kualitas tertinggi yang bisa dipenuhi yang sebanding dengan biaya ekonomisnya.

Memang, pembangunan JTTS ditangani Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bukan sepenuhnya ditangani swasta. Artinya, masih ada unsur sosialnya. Namun, BUMN dalam operasionalnya pun tetap dalam kerangka untung rugi. 

Tidak bisakah kualitas pembangunan jalan di ruas tersebut khususnya, ditingkatkan? Tentu saja bisa. Tapi ada dua pilihan sebagai konsekuensinya. Yaitu ada imbal balik berupa tarif tol yang lebih tinggi. Atau pilihan kedua, Negara mengesampingkan unsur untung rugi, dan mengucurkan dana takterbatas untuk memperbaikinya.

Mengesampingkan unsur untung rugi dan sepenuh hati memperbaiki tidak dikenal dalam pemerintahan bermazhab neoliberal. Karena, mazhab neoliberal mengharuskan fungsi Negara hanya sebatas regulator. Bila rakyat mebutuhkan fasilitas umum, maka Negara akan memanggil rekanan swasta maupun BUMN untuk membangunnya dan rakyat membayar untuk menikmati fasilitas tersebut. Demikian mazhab neoliberal bekerja.

Oleh karena itu, sepanjang mazhab neoliberal ini digunakan. Pilihan bagi rakyat pengguna tol Kayu Agung-palembang, hanya dua. Menikmati layanan tol berkualitas dengan biaya lebih tinggi atau menerima kualitas yang ada dan menerapkan sikap lebih berhati-hati dalam berkendara. 

Berbeda bila paradigma Islam kita digunakan. Dalam islam, Jalan adalah fasilitas umum. Baik jalan raya biasa, bypass, maupun jalan tol. Seluruhnya merupakan fasilitas umum yang rakyat berhak melaluinya secara gratis, tanpa pungutan biaya. Negara membangunnya dengan kualitas terbaik. 

Darimana anggarannya? Dari pengelolaan Negara atas Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Syari’at islam menetapkan bahwa SDA adalah milik umum; milik seluruh rakyat. Oleh karenanya, Negara harus secara langsung mengelola, mewakili rakyat. SDA bukan milik Negara. Sehingga Negara haram berkontrak karya dengan investor manapun didalamnya. 

Dengan begitu, seluruh pemasukan dari SDA ini  berlimpah, tak terbagi sedikitpun untuk investor. Bahkan, dengan paradigma SDA milik umum, Negara sebagai pengelola pun diharamkan oleh islam mengambil keuntungan dalam pengelolaannya. Negara betul-betul menjadi wakil dari rakyat untuk mengelola. Hasilnya wajib diserahkan Negara untuk rakyat melalui pembangunan berbagai fasilitas umum dengan kualitas terbaik.

Inilah paradigm islam dalam pembangunan fasilitas umum. Hanya paradigm ini yang bisa membuat tol gratis berkualitas menjadi niscaya.

Wallahua’lam.

Bintangpost.com

Reporter bintangsaburai.com region Bandar Lampung.

Administrator

bintangsaburai.com

Leave a Comment