Oleh : Putri Jasmine
Bintangpost : Maraknya isu penculikan anak belakangan ini membuat masyarakat dilanda keresahan. Bahkan kasus upaya penculikan anak ini, memang sedang marak di berbagai daerah.
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh KPAI, selama tahun 2022 terdapat 30 kasus penculikan, di tahun 2021 15 kasus, dan di tahun 2020 sebanyak 20 kasus. Sehingga membuat pemerintah melalui dinas terkait, menghimbau masyarakat untuk selalu waspada dan berhati-hati.
Seperti yang dilakukan Dinas Pendidikan Lampung Selatan dan pemerintah kabupatrn lainnya di Provinsi Lampung, yang telah mengeluarkan surat edaran tentang imbauan kewaspadaan terhadap tindakan penculikan anak pada satuan pendidikan di daerah masing-masing.
Setiap Dinas Pendidikan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, mengeluarkan surat edaran yang dilayangkan ke setiap sekolah mulai dari tingkat PAUD, SD, dan SMP di wilayahnya, agar meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya kejahatan penculikan anak.
Sungguh nestapa nasib anak dalam naungan sistem keamanan saat ini. Anak-anak rentan menjadi korban kejahatan dan tidak ada jaminan perlindungan dan keamanannya, padahal payung hukum telah dibuat. UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak telah disahkan (kemenkopmk.go.id), namun kejahatan masih terus terjadi.
Sejatinya ada banyak faktor yang menyebabkan maraknya penculikan terhadap anak. Selain lemahnya pengawasan orangtua dan rendahnya jaminan keamanan, faktor ekonomi juga berpengaruh besar. Himpitan ekonomi yang disertai lemahnya keimanan pada diri individu masyarakat, meniscayakan seseorang melakukan segala hal untuk mendapatkan materi dan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan halal haram.
Baca Juga :
http://bintangpost.com/read/7870/marak-perceraian-ketahanan-keluarga-dalam-ancaman
http://bintangpost.com/read/7874/berharap-sejahtera-di-negeri-sendiri
Sistem ekonomi negara yang dianut saat ini, secara nyata telah gagal menyediakan lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya. Akibatnya banyak kepala keluarga yang menganggur. Perempuan atau ibu ikut bekerja membantu nafkah keluarga dan anaklah yang menjadi korban karena para ibu yang seharusnya berperan untuk menjaga dan mengawasi anak melalaikan tanggung jawabnya tersebut.
Dari sini nampak jelas bahwa kebutuhan keamanan masyarakat yang seharusnya disediakan oleh negara masih belum dijadikan prioritas. Abainya negara atas keselamatan rakyatnya adalah salah satu bukti lemahnya negara sebagai junnah atau pelindung rakyat. Bahkan keamanan menjadi salah satu objek yang dikapitalisasi, sehingga tidak semua rakyat dapat merasakan jaminan keamanan dan perlindungan.
Berbeda dengan Islam, Islam menjadikan keamanan sebagai kebutuhan yang wajib disediakan oleh negara. Oleh karena itu, Islam menjadikan keselamatan semua individu termasuk anak menjadi salah satu hal utama yang harus diwujudkan oleh negara.
Dalam Islam, ada tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak, yaitu keluarga yang berperan mengasuh, menjaga, dan memastikan anak jauh dari marabahaya. Kemudian masyarakat yang menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak, dan pengontrol tingkah laku anak dari kejahatan dan kemaksiatan dengan aktifitas amar makruf nahi mungkar. Juga negara sebagai periayah utama yang menjamin kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, serta keamanan.
Penerapan syariah Islam secara kafah termasuk dalam bidang hukum dan sistem sanksi Islam, akan menjadi pengelimir kejahatan di tengah masyarakat. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, negara berperan menciptakan tenaga kerja yang luas bagi rakyatnya terutama laki-laki, sehingga peran perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga akan berjalan optimal. Demikianlah gambaran sistem Islam dalam menjaga keselamatan dan keamanan anak-anak secara paripurna.
Allahua'lam bissahawwab