Denpasar, (BP) : Masyarakat Denpasar Selatan, Bali semakin akrab dengan cara baru memasak tanpa api. Melalui program konversi ke kompor induksi yang berbasis listrik, ribuan warga telah menerima manfaat dari program ini dan mengaku lebih nyaman dan lebih hemat.
Jro Kesumawati, perempuan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Pantai Mertesari, Sanur dengan gembira mengisahkan pengalamannya menggunakan kompor induksi. Ia merupakan salah satu dari sekitar 1.000 pelanggan PLN yang turut dalam 950 Kelompok Penerima Manfaat (KPM) kompor induksi.
“Praktis, cepat, lebih hemat, dan enak. Mudah membersihkan, cukup pakai tisu saja,” ujar perempuan yang sehari-hari membuka warung makanan itu.
Kesumawati mengaku, ia dan pelaku UMKM lain yang menerima paket bantuan kompor induksi merasa gembira. Pengalaman diajari menggunakan kompor induksi menurutnya juga tidak sulit, cukup sekali penjelasan, langsung bisa menggunakan.
Dalam kesempatan belajar menggunakan kompor induksi, ia merasakan keunikan lain karena hawa panas yang dihasilkan tidak seperti kompor LPG. Ia pun mengaku menaruh tisu di atas kompor namun tidak terbakar karena tidak ada api.
“Lebih hemat, tidak keringatan rasanya, serta aman. Saya taruh tisu dan air, airnya mendidih, tisunya tidak terbakar,” katanya sembari tertawa.
Selama ini Kesumawati mengaku menggunakan 2 tabung LPG di warung dan 3 tabung LPG di kediamannya. Dengan menggunakan kompor listrik, ia mengaku akan bisa melakukan penghematan sehingga usaha warungnya pun bisa lebih berkembang.
Kesumawati yang memiliki satu cucu itu mengaku awalnya kaget menerima bantuan paket kompor induksi. Kini dirinya pun senang karena bisa menggunakan kompor induksi yang dirasa lebih irit dan aman.
“Kaget, terima kasih banyak dikasih bantuan pemerintah. Semoga bisa lebih irit,” ungkapnya.
I Ketut Sukra, warga lain yang berprofesi sebagai pedagang asongan mengaku senang setelah mencoba kompor induksi selama tiga bulan. Semenjak menggunakan kompor induksi ia mengaku tak pernah lagi memberi LPG.
“Biasanya sebulan dua tabung. Beli satu tabung, Rp 19 ribu kalau di sini. Belinya di warung, jadi Rp 38 ribu sebulan. Biaya listrik buat masak lebih kecil dari Rp 38 ribu. Kompor LPG sudah tidak dipakai lagi,” jelasnya.
PLN sendiri sejak Maret tahun ini telah mulai gencar melakukan sosialisasi konversi kompor induksi di berbagai daerah. Di Bali secara khusus ada 10 desa yang menjadi proyek percontohan, di antaranya Desa Renon, Desa Panjer, Desa Sesetan, Desa Pedungan, Desa Pemogan, Desa Serangan, Desa Sidakarya, Desa Sanur Kauh, Desa Sanur, dan Desa Sanur Kaja.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program konversi kompor ini dilakukan PLN sebagai upaya meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi beban negara atas impor LPG yang tiap tahun naik.
"Melalui konversi kompor ini langsung bisa menyelesaikan tiga persoalan sekaligus. Mengurangi ketergantungan impor LPG dengan energi berbasis domestik, yaitu listrik dan juga mengurangi beban APBN yang selama ini untuk mensubsidi LPG ini," ujar Darmawan.
Ketiga, kata Darmawan langkah konversi kompor ini sejalan dengan misi KTT G20 yaitu, transisi energi. Dengan menggunakan kompor induksi maka emisi gas buang yang dihasilkan dari kompor induksi ini jauh lebih rendah dibandingkan kompor LPG.
"Kita ingin membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia ini betul betul komitmen mengurangi emisi karbon. Bahkan dengan konversi kompor ini menjadi bukti, bahwa Indonesia sampai kepada masyarakatnya juga _aware_ atas keberlangsungan iklim," ujar Darmawan.
Pada tahun ini, PLN melakukan _pilot project_ konversi kompor LPG ke kompor listrik di dua kota, yaitu Surakarta dan Bali. Pada tahap pertama ini ada 2.000 masyarakat yang akan merasakan manfaat dari konversi ini.
Pada tahun ini, PLN akan menyasar 300.000 pelanggan lagi yang tersebar di beberapa kota. Harapannya di tahun 2025 mendatang 15,3 juta pelanggan bisa beralih dari kompor LPG ke kompor induksi.(*)