Oleh: Rini
Pusvitasari
BINTANGPOST : Dua pelajar SMA di Lampung
Utara (Lampura), SP (18) dan RAT (15), diamankan Unit Reskrim Polsek Sungkai
Utara, Selasa (12/2). Keduanya diamankan atas dugaan keterlibatan dalam aksi pencurian
dengan pemberatan (curat) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kecamatan
Sungkai Tengah, Lampura. (radarlampung.co.id)
Miris. Inilah fakta remaja masa kini. Gelar pelajar yang melekat mustinya mencerminkan sikap terpelajar, menjadi harapan generasi di masa depan. Namun justru sebaliknya, begitu banyak pelajar menjadi pelaku tindak kriminal, dari mulai kasus tawuran, narkoba, seks bebas, prostitusi online, juga pencurian sarana publik. Akhlak mulia yang menjadi tujuan pendidikan nasional kerap kali tercoreng oleh perilaku pelajar masa kini.
Tak ada pihak yang ingin di salahkan.
Jika salah satu perilaku buruk pelajar terungkap, maka semua akan menanggung
resikonya. Maka patutlah kita merenungkan mengapa meski telah ditempa di dunia
pendidikan, tak jarang pelajar menghalalkan tindak pidana, termasuk pencurian?
Setidaknya ada dua faktor yang mendorong
pelajar melakukan tindak pidana pencurian, di antaranya: Pertama, lemahnya
kontrol orangtua. Tak dapat dipungkiri, kehidupan sekuler kini menggerus peran
orangtua sebagai pendidik pertama dan
utama bagi anak. Orang tua merasa cukup dengan menyekolahkan anak di sekolah
yang dipandang baik, lalu melepas dan
mempercayakan anak sepenuhnya pada dunia pendidikan formal dan melupakan
tugas utamanya sebagai orangtua. Pergi pagi pulang malam, tak henti
mengumpulkan harta guna membiayai kehidupan keluarga yang kian menghimpit
membuat komunikasi dengan anak tak efektif, apalagi mengontrol setiap tindak
tanduk anak dalam kesehariannya, sibuk, tak lagi sempat.
Kedua, diakui atau tidak sistem pendidikan yang diterapkan di negeri kita saat ini, Indonesia tercinta berkiblat pada pendidikan asing, sekuler-materialistik. Meski mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, namun asas pendidikan kita bukanlah aqidah Islam. Terdapat kesan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi (iptek) tidak berhubungan dengan agama. Sedangkan pendidikan agama ditempatkan sebagai salah satu aspek yang minimal, bukan landasan seluruh aspek. Inilah yang membuat jauh panggang dari api. Meski tujuan pendidikan nasional diantaranya mencetak manusia yang beriman, bertakwa dan berbudi pekerti yang luhur, namun hasil yang di dapat justru sebaliknya. Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk urusan pendidikan. Islam memposisikan orangtua sebagai madrosatul’ula pendidik pertama dan utama bagi anak. Orangtua bukan hanya memiliki kewajiban mencari nafkah dan mencukupi segala kebutuhan anak sehingga anak tak menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, namun juga mendidik anak agar menjadi generasi shalih shalihah, generasi dambaan umat. Terlebih do’a anak yang shalih adalah salah satu amalan yang tiada terputus meski orangtua telah tiada. Rasulullah SAW. bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang shalih.” (HR. Muslim)
Islam pun telah mewajibkan setiap muslim menuntut ilmu. Rasulullah SAW. bersabda: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu majah) Karena ilmu merupakan sebuah kewajiban maka sudah sepatutnya pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang menghantarkan para pelajar menjadi orang yang berilmu dan berkah keilmuannya, sehingga mampu mencetak generasi yang beriman, bertakwa, dan berkepribadian Islam. Menjadikan Islam sebagai asas pendidikan menjadi sebuah keharusan. Juga menyediakan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah secara mudah dan murah, sehingga tidak menyulitkan masyarakat mengenyam pendidikan. Pemerintah juga diharapkan mampu menjadikan sekolah sebagai kawah ‘Candradimuka’ bagi pelajar. Meninggalkan pola pendidikan sekuler yang hanya berorientasi mengejar nilai. Hal ini hanya akan dapat terlaksana jika kita kembali kepada sistem pendidikan Islam dan penerapan Islam kaffah dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. [Wallahu a’lam]