PESAWARAN-BINTANGPOST : Meski dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki, Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran tetap berupaya untuk mewujudkan Pesawaran sebagai Bumi Wisata, sebagaimana visi dan misi Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona.
“Kalau kita sepakat untuk mewujudkan visi Pesawaran sebagai Bumi Wisata, harus ada konsentrasi yang mengikutinya, dukungan keberpihakan dan penerjemahan dari masing-masing stakeholder harus jelas, dan terintegrasi. Karena ini akan memberikan Multiplayer efek yang sangat luas,”ungkap Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran Elsafri Fahrizal, saat audiensi dengan pengurus Serikat Media Siber Indonesia/SMSI Pesawaran, Kamis(29/4).

Menurut Elsafri, ada perubahan baru dari kebijakan Bupati Pesawaran dalam periode kedua ini, dimana pariwisata menjadi panglima yang harus disikapi bersama oleh seluruh OPD atau Stakeholder yang ada. “Kalau kami tidak punya anggaran yang cukup, kita cuma minta program yang ada di OPD/stakeholder yang penting ada konsentrasi/pemusatan dikawasan wisata,”imbuhnya.
Elsafri juga mengatakan, Sektor Pariwisata Kabupaten Pesawaran sesungguhnya sudah banyak mencapai prestasi, salah satu prestasi terbesarnya adalah adanya pergerakan antusiasme masyarakat terhadap kesadaran kolektif menjadi tuan rumah destinasi wisata.
“Prestasi yang sudah baik ini bukan hal yang mudah untuk mencapainya. Pak Bupati saja sudah bertemu dengan Kemenparekraf, artinya pak Bupati kaitannya dengan pengembangan skala besarnya. Begitu juga dengan Kemenhan, saya dan pak bupati waktu itu sudah bertemu untuk membicarakan supaya tidak ada benturan dengan Lanal. Artinya kesulitan-kesulitan dilapangan itu, walau dengan keterbatasan anggaran sudah kami lakukan, Walaupun,(maaf) saya ke Jakarta nebeng mobil kawan dan tidak menginap di Hotel”terang Elsafri.

Menyinggung tentang kontribusi sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah(PAD), Elsafri menjelaskan pihaknya tidak memiliki lahan dan dasar hukum untuk melakukan pungutan PAD.
“Soal PAD saya sudah ketemu dengan Kejaksanaan pak, tapi masalahnya, ya kita ini nggak punya lahan, kita tidak bisa melakukan apapun yang namanya pungutan yang langsung nanti ke PAD. Kalau kita paksakan namanya pungli, saya sudah minta legal opinionnya ke masing-masing aparat penegak hukum, jaksa, polisi, dan semua yang berkompetensi untuk mengeluarkan peraturan, sehingga kita tidak bisa begitu saja untuk menarik sesuatu. Setiap kali saya minta legal opinion selalu jawabannya ambigu. Kalau ambigu pertanggungjawabannya ada di saya, kan celaka itu, meskipun saya berkorban untuk masyarakat,”ungkapnya.
Namun demikian, lanjut Elsafri, meski dalam posisi sulit pihaknya akan terus melakukan upaya sesuai mekanisme regulasi yang ada, diantaranya mengembangkan kebijakan kerjasama dengan Pemerintah Desa yang memiliki Destinasi wisata dan pelaku usaha pariwisata besar.

Sementara itu, Kabid Destinasi Yudianta menambahkan sektor pariwisata menjadi pilihan yang paling memungkinkan untuk mewujudkan visi-misi Bupati Pesawaran menjadikan Desa yang berkembang, maju dan mandiri.
Dikatakan, meskipun mengalami penurunan grafik angka kunjungan wisata dimasa pandemi ini, namun jumlahnya relatif masih lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten/kota lainnya. “Sekarang kita ada penurunan dari angka kunjungan wisata. Kemarin tahun 2019 itu hampir 1juta 300 pengunjung, di tahun 2020 turun 37 persen menjadi 870 ribu. Tapi alhamdulillah hanya turun 37 persen, kalau di daedrah lain, mereka rata-rata hampir 70 sampai 80 persen total penurunan kunjungan wisatanya,”ujarnya.
Menurut Yudianta, Kabupaten Pesawaran dianugerahi kekayaaan wisata yang sangat potensial dan telah memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat, diantaranya meliputi 120 km panjang garis pantainya, 39 kepulauan, 19 air terjun, 6 potensi agrowisata dan 2 wisata relegi.
Dikatakan, dengan potensi alam yang dimiliki, inovasi, dan motivasi menjadikan desa mandiri, hal itu menjadi kekuatan secara utuh dalam mengembangkan potensi yg ada, guna mendorong pergerakan perputaran ekonomi diwilayah desa masing-masing.
“Jadi desa-desa yang ada sebanyak 144 desa, kita sudah mengeluarkan program ovod, tetapi dengan segala keterbatasan kita baru menjalankan di 50 desa, itupun belum maksimal, tapi ada 20 besar yang sudah berjalan dan kalau dikualifikasi secara indikator atraksi dan aksesibilitasnya menjadi 10 besar skala prioritas pembangunannya”terang Yudi.
Bersamaan dengan itu, ada 2 program lagi yaitu tentang desa digital dan desa wisata (dedi-dewi) “intinya dedi-dewi ini mengadopsi berbarengan dengan ovod juga, akan tetapi dedi lebih memprogreskan kepada bagaimana dedi menjadi substansi market. Jadi produk mereka bisa di digilatlisasi, secara akses mereka bisa menjual paket secara digital, Sedangkan Desa wisata (Dewi)pun, basicnya tetap pada basic digital wisata juga, tapi desa itu memarketkan wisatanya tetap menggunakan digital market. Secara utuh kan IT ini ketika desa mampu membeli vasilitas digital SDMnya pasti berlaku. Kalau ovod itu dasarnya kepada substansial dasar bahwa wisata ini, digital bisa berjualan tanpa digitalpun kearifan lokal (local wisdom) atau lokal identiknya tetap bisa berwisata”pungkas Yudi.(red)